Sabtu, 16 Januari 2016

Asal Mula Desa Grogol Demak

Asal Mula Desa Grogol Demak

Desa Grogol merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak dan berbatasan dengan desa Donorejo dan desa Ploso. Menurut sejarahnya, desa Grogol berdiri pada tahun 1400 M. Dulunya desa ini bernama desa Klampismalang. Dahulu kala di desa Klampismalang, hiduplah sepasang suami istri yang bernama Yai Lenthis dan Nyai Kerti. Mereka menikah sudah cukup lama namun belum juga dikaruniai seorang anak. Bahkan konon katanya Nyai Kerti tidak akan memiliki anak.
Yai Lenthis adalah seorang petani yang setiap hari pergi ke kebun dan hanya menanam jagung dan ketela. Karena semakin hari hasil panen semakin meningkat maka dibuatkanlah sebuah lumbung yaitu Lumbung Silayur (Lumbung Loro Dinok). Lumbung ini sebagai tempat penyimpanan hasil panen. Lumbung tersebut dijaga oleh seekor kucing yang bernama kucing Condromowo, yaitu hewan peliharaan Yai Lenthis dan Nyai Kerti. Kucing Condromowo hanya mau diberi makan udang dan tidak mau memakan yang lain. Setiap pagi Yai Lentis pergi ke sebuah sungai (sendang) untuk mencari udang. Yai Lenthis akan menunggu berjam-jam agar mendapatkan udang untuk kucingnya, Condromowo.
Suatu hari ketika Yai Lenthis melakukan aktivitas rutinnya, yaitu menunggu udang di sendang tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari arah timur dan ternyata terjadilah banjir bandang yang sangat dahsyat yang membawa batu-batuan, pasir, maerial-material, dll. Yai Lenthis sangat kebingungan kemudian naiklah Yai Lenthis ke sebuah punuk atau gundukan tanah yang tinggi dan ia melihat pusaran air yang arusnya sangat deras. Kemudian Yai Lenthis melihat sebuah gethek (perahu kecil yang terbuat dari bambu) yang hanyut diantara arus air yang deras. Betapa terkejutnya Yai Lenthis ketika melihat gethek tersebut berputar-putar dan tampak seperti sebuah pusaran air yang tepat berputar dihadapan Yai Lenthis.
Diatas gethek tersebut ada seorang bayi mungil yang menangis sangat kencang. Yai Lenthis sangat heran ketika melihat gethek itu tiba-tiba menepi tepat dihadapan Yai Lenthis. Akhirnya diambillah bayi mungil itu dan setelah diambil, arus air semakin kecil dan airnyapun surut. Yai Lenthis sangat senang menemukan seorang bayi dan karena sudah lama menantikan kehadiran seorang anak, Yai Lenthis membawa bayi mungil itu pulang ke gubugnya. Sesampainya dirumah Yai Lenthis menunjukkan bayi yang ditemukannya di tepi sendang kepada Nyai Kerti. Betapa terkejutnya Yai Lenthis karena bukannya senang tetapi Nyai Kerti malah marah kepada Yai Lenthis dan menuduh Yai Lenthis telah berselingkuh dengan wanita lain hingga menghamilinya dan menganggap anak yang dibawa Yai Lenthis adalah anak hasil perselingkuhannya dengan wanita lain. Karena kesalah pahaman itu terjadilah pertengkaran hebat antara Yai Lentis dan Nyai Kerti. Yai Lenthis berulang kali menjelaskan namun Nyai Kerti tetap tidak mau mendengarkan penjelasan Yai Lenthis.
Akhirnya untuk membuktikan bahwa Yai Lenthis tidak berselingkuh dan bayi yang dibawanya adalah bayi yang ditemukannya diatas gethek ketika menunggu udang di sendang, Yai Lenthis mengajak Nyai Kerti menuju tempat dimana Yai Lenthis menemukan bayi tersebut. Sesampainya di sendang, Nyai Kerti memang melihat sebuah gethek dimana Yai Lenthis menemukan bayi diatas gethek tersebut. Akhirnya Nyai Kerti percaya bahwa memang benar bayi itu adalah bayi yang ditemukan Yai Lenthis diatas gethek. Saat ditemukan ari-ari bayi tersebut masih menempel pada pusarnya. Akhirnya Yai Lenthis dan Nyai Kerti membawa bayi itu pulang. Kemudian Yai Lenthis memanggil seorang dukun bayi yang bernama Nyai Siti Musiati dan tinggal di desa Klampismalang.
Sesampainya Nyai Siti Musiati di gubug Yai Lenthis dan Nyai Kerti, ia mengambil sebuah senjata tajam seperti pisau, pedang, gaman, dll untuk memotong ari-ari bayi tadi. Anehnya, ari-ari tersebut tidak dapat dipotong menggunakan senjata apapun. Segala cara telah ditempuh oleh Nyai Siti Musiati tetapi tidak mendapatkan hasil. Akhirnya ari-ari itu hanya dapat dipotong menggunakan sebuah Lading atau Pring Apus (Bambu Kuning) yang telah disisik atau dibersihkan dan dibentuk semacam silet. Pada lading itu terdapat lafadz yang siapapun orang tidak dapat menandingi kekuatan lafadz tersebut. Setelah ari-ari terpotong, Yai Lenthis dan Nyai Kerti memberinya nama Joko Temon.
Setelah beranjak dewasa, ilmu Joko Temon semakin hari semakin meningkat. Joko Temon diasuh dengan baik oleh Yi Lenthis dan Nyai Kerti. Semakin hari ilmunya semakin meningkat. Ia tumbuh menjadi anak yang berbakti dan suka membantu orang lain. Joko Temon dilarang berbuat kasar, berjudi, mabuk-mabukan, dan ia juga tidak boleh berbohong. Setiap tugas yang diperintahkan oleh Nyai kerti pasti dilaksanakan oleh Joko Temon. Teman-teman Joko Temon senang bermabuk-mabukan dan menganggu orang lain. Mereka juga sering mempengaruhi Joko Temon untuk menjadi anak pembangkang.
Suatu hari teman-teman Joko Temon mengajaknya berjalan-jalan dan ternyata Joko Temon diajak untuk pesta judi dan mabuk-mabukan. Awalnya Joko Temon menolak namun karena rayuan temannya akhirnya Joko Temonpun terbujuk hasutan teman-temannya. Karena mabuk berat, Joko Temon hilang kendali dan sesampainya dirumah ia dipukuli Nyai Kerti hingga tak sadarkan diri. Teman-temannya ingin merusak kepribadian Joko Temon supaya Joko Temon terlihat jelek dimata semua orang. Mereka juga memanfaatkan pertemanan mereka dengan Joko Temon supaya mereka bisa mendapatkan dan mengambil alih kesaktian Joko Temon. Karena Joko Temon memang merupakan pemuda yang sakti.
Suatu hari Joko Temon bermain bersama teman-temanya. Salah satu sahabat Joko Temon tertawa terbahak-bahak. Karena Nyai Kerti sangat tidak suka dengan orang yang berlaku tidak sopan dan seenaknya sendiri, akhirnya Nyai Kerti menampar orang tersebut dan terkena mulutnya. Seketika mulut teman Joko Temon Robek dan tidak bisa diobati.hingga kemudian temannya itu meninggal. Nyai Kerti adalah sosok wanita yang keras dan dia akan menjadi sangat kejam bila ada orang yang berlaku seenaknya sendiri dan kurang ajar.
Nyai Kerti sering mengajarkan kepada Joko Temon amal-amal kebaikan agar kelak dirinya menjadi pemuda yang berguna untuk orang lain. Dan terbukti setelah dewasa Joko Temon menjadi pemuda yang tangguh walaupun dulunya ia juga pernaha terjerumus kedalam lembah perjudian dan itu karena hasutan teman-temannya. Sehari-hari pekerjaan Joko Temon menjadi petani seperti ayah dan ibunya. Lama di dunia pertanian, akhirnya Yai Lenthis memerintahkan kepada Joko Temon supaya bekerja dirumah saja membuat Theple (menganyam dari blarak atau daun kelapa).
Suatu hari ada seorang laki-laki yang berjalan dari arah selatan yang sedang mencari kayu jati besar untuk Saka Guru dalam rencana pembangunan Masjid Agung Demak. Kemudian Ia berhenti dan menghampiri Joko Temon. Lelaki itu bertanya kepada Joko Temon : “ Hai anak muda, siapa namamu?” Joko Temon menjawab “ Namaku Joko Temon Mbah” Lelaki itu bertanya lagi “ Dimana Ayahmu?” Joko Temonpun menjawab “ Aku tidak memiliki Ayah Mbah. Tetapi aku memiliki seorang ayah angkat. Pekerjaannya sebagai petani dan ia sekarang berada di kebun menanam jagung.” Lelaki tadi bernama Sunan Kalijaga. Mulanya Beliau berjalan-jalan sambil mencari kayu glagah jati untuk membangun masjid Demak. Kemudian Joko Temon berkata kepada Sunan Kalijaga “ Di desa ini tidak ada kayu glagah jati Mbah, cobalah mencari di Telaga Glagah Wangi yang tempatnya terletak di desa Lempuyang.
Sunan Kalijaga merasa lelah karena sudah berjalan seharian. Akhirnya beliau berkata kepada Joko Temon “ Joko Temon, aku sangat lelah. Bolehkah aku ikut beristirahat di rumahmu?” karena rumah Joko Temon hanya sebuah gubug kecil dan tidak mungkin cukup ditempati untuk banyak orang sehingga Joko Temonpun menolak permintaan Sunan Kalijaga secara halus “ Maaf Kanjeng Sunan, bukannya aku menolak permintaanmu. Tetapi ini hanyalah sebuah gubug kecil, apakah gubug ini cukup untuk aku, ayah, ibu, dan anda?” Sunan Kalijaga tersenyum sambil berkata “ Ya sudah, aku tidur di luar yang terpenting tempatnya suci dan bersih.”
Tidak lama kemudian Sunan Kalijaga tertidur. Ketika beliau terbangun, beliau melihat sebuah gudang di dekat gubug Joko Temon. Beliau berencana membangun tempat ibadah di situ. Disitu Sunan Kalijaga melaksanakan sholat (sembahyang) dan Joko Temon sangat kebingungan memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Karena Joko Temon masih kejawen dan belum pernah melakukan gerakan-gerakan sholat (sembahyang) seperti yang telah dilakukan Sunan Kalijaga. Joko Temon terus memandangi Sunan Kalijaga dari belakang dan setelah Sunan Kalijaga selesai melaksanakan sholat, Joko Temon menghampirinya dan bertanya “ Kanjeng Sunan, kenapa engkau jungklat-jungklit seperti itu, apa yang sebenarnya tengah engkau kerjakan?” Sunan Kalijaga menjawab “ Itulah yang dinamakan sholat Joko Temon dan sebagai orang islam wajib menjalankan sholat lima waktu. Inilah yang dinamakan sembahyang yaitu Nyembah Marang Hyang Swiji, Swiji yaitu menswijikan atau menyatukan sifat atau dzat” Joko Temon bertanya lagi “ Tapi aku belum pernah melakukan sholat Kanjeng Sunan. Apakah itu ada doanya dan bagaimanakah doa itu?” kemudian Sunan Kalijaga berkata kepada Joko Temon bahwa beliau akan mengajarkan tatacara sholat sedikit demi sedikit kepada Joko Temon. Joko Temon bertanya lagi “ apakah ada tempat untuk melakukan sholat itu Sunan Kalijaga dan seperti apa bentuk tempat itu?”.
Kemudian Sunan Kalijaga mengambil sebuah kayu untuk menggambar sebuah Petha (masjid) diatas tanah. Sunan Kalijaga menunjukkan gambar tersebut kepada Joko Temon. Sunan Kalijaga bingung, jika membuat mushola bangunannya harus tinggi. Sedangkan jika ingin membangun masjid harus ada kubah atau mustakanya. Joko Temon memperhatikan gambar tadi kemudian ia membangun sebuah masjid seperti yang telah digambarkan oleh Sunan Kalijaga dan dalam jangka waktu satu malam atas perkataan atau sabdanya dan atas ijin Allah SWT masjid itupun jadi. Ketika subuh, Sunan Kalijaga bingung dan kaget karena beliau melihat sebuah masjid telah berdiri seperti yang telah digambar diatas tanah namun masjid itu tidak memiliki mustaka.
Sunan Kalijaga bertanya kepada Joko Temon “ Joko Temon, siapa yang telah membangun Petha (masjid) ini?” Joko Temon diam dan tidak mau menjawab. Joko Temonpun bertanya kepada Sunan Kalijaga “ Kanjeng Sunan, bukankah tadi engkau berkata bahwa masjid itu harus memiliki mustaka? Lalu siapa yang akan membuat mustaka itu?” Sunan Kalijaga akhirnya memutuskan untuk membuat mustaka tersebut. Akhirnya Sunan Kalijaga mencari tanah liat, tanah lempung (senthuk yuyu) kemudian mengempleng-empleng (mencetak) tanah tersebut dan setelah jadi cetakan tanah itu dibakar dan jadilah sebuah mustaka. Mustaka itu terdiri dari Sembilan shaf (tingkat). Mustaka itu dibuat sendiri oleh kedua tangan Sunan Kalijaga yang kemudian dipasang diatas masjid dengan cara menggendong mustaka itu dipunggungnya menggunakan selendang milik ibu Joko Temon.
Sunan Kalijaga ingin melaksanakan sholat. Kemudian beliau bertanya kepada Joko Temon “ Joko Temon, apakah disini ada air karena aku ingin berwudhu lalu sholat” Joko Temon menjawab “ Disini tidak ada air Kanjeng Sunan, sekarang aku ingin meminta kemurahan dari Allah” setelah itu Joko Temon meminjam Lading ( bambu apus yang telah dibersihkan) milik ibunya. Kemudian Joko Temon menancapkan lading tersebut dan keluarlah aliran air. Kemudian Sunan Kalijaga wudhu ditempat itu dan setelah selesai berwudhu lading itu ditutup kembali. Setelah itu Sunan Kalijaga Melaksanakan sholat.
Merasa sangat lelah, akhirnya Sunan Kalijaga tidur. Tidak lama kemudian Joko Temon membangunkannya karena Joko Temon telah menyiapkan makanan. Alangkah terkejutnya Sunan Kalijaga melihat semua tempat makan itu berwarna kuning dan berbahan emas. Kemudian Sunan Kalijaga berkata kepada Joko Temon “ Hai Joko Temon, kamu ini anak kemarin sore. Tetapi kenapa kau begitu angkuh dan takabur?” Joko Temon menjawab “ Takabur itu apa Kanjeng Sunan? Kenapa kau menyebutku takabur? Apa masalahnya?”.Sunan Kalijaga geleng-geleng dan berkata “ Bagaimana aku tidak menyebutmu sombong dan takabur, kau ini anak kecil tapi semua tempat sesaji atau makanmu terbuat dari emas semua”. Joko temon tersenyum dan berkata “ Maaf Kanjeng Sunan, bukan saya yang sombong tapi Kanjeng Sunan sendiri. Tadinya di gubugku tidak ada gudang dan masjid. Tapi kenapa setelah kedatangan Kanjeng Sunan disini terdapat gudang dan masjid. Padahal Kanjeng Sunan sendiri tidak merasa membuatnya dan akupun juga tidak membuatnya. Lalu sekarang siapakah yang takabur Kanjeng Sunan?”. “ Aku memang tidak membuat masjid itu Joko Temon, engkaulah yang telah membuatnya.” Kata Sunan Kalijaga. Ternyata terbangunnya masjid dan juga tempat makan emas memang ada dengan sendirinya dan bukan buatan Joko Temon. Namun Sunan Kalijaga percaya bahwa Joko Temonlah yang melakukan semua itu.
Suatu hari potongan ari-ari Mbah Sabdo Kencana di sabda oleh Allah SWT kemudian menjelma menjadi seorang wanita cantik yang berusaha menggoda Mbah Sabdo Kencana. Setelah mendengar godaan wanita cantik itu kemudian Mbah Sabdo Kencana berkata “ lah kamu itu manusia atau Burung Tengkek Udang?” dan seketika wanita itu menjelma menjadi Burung Tengkek Udang. Atas semua peristiwa yang terjadi dan menyangkut Joko Temon akhirnya Sunan Kalijaga memberinya nama Sabdo Kencana yang berarti atas kehendak Yang Maha Kuasa semua sabda (perkataan) Joko Temon pasti terjadi dan tidak ada yang dapat mengelaknya. Setelah dewasa Joko Temon menikah dengan Dewi Nawangsih putri dari Kyai Ageng Tarub.
Ketika Sunan Kalijaga ingin melaksanakan sholat. Ia menengok kearah selatan. Ternyata sudah terdapat sumber air yang lebih baik dan airnya sangat jernih. Sunan Kalijaga berwudhu ditempat itu kemudian peci yang dipakainya terjatuh atau dalam bahasa jawa Gregel. Dan akhirnya desa tempat Sunan Kalijaga singgah dinamakan GREGEL KECEMPLUNG hingga akhirnya sekarang desa itu dinamakan desa GROGOL.
Sampai sekarang nama Joko Temon atau lebih dikenal Ki Sabdo Kencono cukup melegenda. Ulama yang mulai menyiarkan agama Islam pada masa Walisongo itu meninggalkan bukti sejarah berupa Masjid Jami’ Baitul Mukminin atau sering disebut masjid wali yang konon kubah atau mustakanya dapat membaca tanda-tanda alam. Mustaka tersebut akan berputar-putar kemudian berhenti menunjuk arah akan terjadinya peristiwa besar. Masjid tersebut terletak di tepi Sungai Tuntang yang membentang di Desa Grogol. Ki Joko Temon termasuk penyebar Islam di tanah Jawa yang menggunakan pendekatan kesederhanaan hidup dalam mengajak umat lain agar memeluk Islam. Rumahnya hanya terbangun dari gedek bambu dan fondasi kayu jati.

Sumber : Wawancara
Bp. Rukhani

Grogol Karangtengah Demak

Minggu, 10 Januari 2016

KODIKOLOGI NASKAH



KODIKOLOGI NASKAH

1.      JUDUL NASKAH                                         : Bab Aksara Jawi Lan Aksara Sanskrit
2.      NOMOR NASKAH                                       : SMP-RP 302
3.      BAHAN NASKAH                                       : Kertas
4.      TEMPAT PENYIMPANAN NASAKAH    : Museum Radya Pustaka, Solo
5.      ASAL NASKAH                                           : Museum Radya Pustaka, Solo
6.      KEADAAN NASKAH                                 : Sedikit Rusak di Bagian Hal.1 & 2
7.      UKURAN NASKAH                                               
a.       Ukuran Kertas                                     : 20,6 cm x 16,3cm
b.      Ukuran Teks                                        : 4 x 2,05 cm
8.      TEBAL NASKAH                                         : 22 Halaman
9.      JUMLAH BARIS TIAP HALAMAN          : -
10.  HURUF/AKSARA                                       
a.       Jenis Tulisan                                        : Aksara Jawi dan Aksara Sanskrit
b.      Ukuran Tulisan                                    : Aksara Jawi Kecil (Small) dan Aksara Sanskrit Sedang (Medium)
c.       Bentuk Huruf                                      : Aksara Jawi Miring (Cursive) dan Aksara Sanskrit Tegak Lurus (Perpendicular)
d.      Keadaan Tulisan                                 : Jelas
e.       Jarak Antar Huruf                               : Renggang
f.       Warna Tinta                                        : Hitam
11.  CARA PENULISAN                                    
a.       Penulisan Naskah                                : Satu Muka ( Tidak bolak-balik)
b.      Penampatannya pada Lembaran         : Sejajar
c.       Penomoran Halaman                           : Penomoran Menggunakan Aksara Jawa
12.  BENTUK TEKS                                             : Prosa (Serat) / Bab Aksara Jawi Lan Aksara Sanskrit
13.  ILUMINASI DAN ILUSTRASI                  : -
14.  UMUR NASKAH                                          : -
15.  ISI NASKAH                                                 : Berisikan Tentang Sistem Urutan Aksara Jawa Kuna dan Aksara Sanskrit
16.  CATATAN LAIN                                          :
·         Penulis                                                 : R. Ng. Karyarujita
·         Disusun dan Ditulis                            : Di Surakarta 1903 dan 1909





















                                                           1           
            Punnika urut-uruttipun pangkatting aksara jawi, kala ing kinna sami  kalampahhaken denning tiyang agami buwdha. Ingkang kasebut wonten salebetting serat pustara jawewdha kathahhipun 12 warnni. Kados ingkang kapratelakhaken ing ngandhap punnika namannipun satunggal tunggal.
1
            Ingkang rumiyin sastra wewata. Kacariyos panganggittipun kala ing kinna hangirib saking warnninning aksara dewa nagari. Ajeng kalampahhaken awiting tahun surya sangkala 141 utawi ing tahun condra sangkala 145 panyjenengngannipun nata sri pa...maharaja suddha ing medhang kamulan wiwittan inggih punnika sang hyang dhiri nata ingkang angejawantah dhateng .... kados ing ngandhap punnika warnninnipun.


2
           


Sandhangngannipun


2
            Igkang kaping kalih sastra pratala. Kacariyos panganggittipun kala ing kinna  kabuka saking wawangunnan bariking kapiti. Awiyos inggih taksih angiri bwarnninnning aksara dewa nagari.ing kalampahhaken awiting tahun surya sangkala 24..utawi ing tahun condra sangkala 252 panyjennengngannipun nata sri maharaja buddha kresna ing medhang kamulan malih. Inggih punnika pangejawantahhipun sang hyang wisnu. Kados ing ngandhap punnika warnnipun.




3

Ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.
Sandhangngannipun

Ki ku ke ko kekar kang kah kra kyan.
3
            Ingkang kaping tiga sastra caran. Cariyos panganggittipun kala ing kinna kabuka saking wawangunnan borakking sela. Awiyos inggih taksih angiri bwarnninning aksara dewa nagari. Lajeng kalampahhaken awit ing tahun surya sangkala 318 utawi ing tahun condra sangkala 327 panyjennengngannipun nata sri maharaja kanno ing medhang kamulan malih. Inggih punnika pannitissipun sang hyang wisnu kados ing ngandhap punnika warnninnipun.

Ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.

4
Sandhangngannipun

Ki ku ke ko ke kar kah kang kra kyan.
4
            Ingkang kaping sakawan sastra kalpa. Kacariyos kala ing kinna kabuka saking wawangunnan seratting kajeng. Awiyos inggih taksih angiri bwarnninnng aksara dewa nagari. Lajeng kalampahhaken awiting tahun surya sangkala 497 utawi ing tahun condra sangkala 592 panyjennengngannipun nata sri maharaja wisaka ing ing medhang kamulan malih. Inggih punnika brahmana saking saking tannah hindustan kados ing ngandhap punnika  warnninnipun.

Ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.

Ki ku ke ko ki ka kang kah kra kyan.
5
            Ingkang kaping gangsal sastra patra. Kacariyos panganggittipun kala ing kinna kabuka saking wawangunnan rayinging gogodhongngan. Kacariyos inggih taksih angii bwarnninning aksara dewa nagari. Lajeng kalampahhaken awit ing tahun surya sangkala 512 utawi ing tahun condra sangkala 527 panyjennengngannipun nata prabu basupati ing wiratha.. inggih punnika wayahhipun sang hyang wisnu. Ananging sastra patra wau ingkang anglampahhaken amung sabawahhipun nagari wiratha kemawon, mannawi bawahhing medhang kamulan utawi bawahhing giling wesikala samanten taksih sami anglampahhaken sastra kalpa sadaya kados ing ngandhap punnika warnninnipun.

Ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.

Kang ku ke ko ke kar kah kra kyan kang.

6
            Ingkang kaping nem sastra pala. Kacariyos panganggittipun kala ing kinna kabuka saking wawangunnan citranning woh langsep. Awiyos inggih taksih angiri bwarnnninning  aksara dewa nagari. Lajeng kalampahhaken ing tahun surya sangkala 624 utawi ing tahun condra sangkala 643 panyjennengngannipun nata prabu dwi pakesura ing ngastinna inggih punnika patih parasara. Ananging sastra pala wu ingkang nglampahhaken amung sabawahhipun nagari ngastinna kemawonmannawi bawahhing wiratha kala samanten taksih anglampahhaken sastra patra sadaya. Kados ing ngandhap punnika warnninnipun.

Ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.
Sandhangngannipun






7

Ki ku ke ko ke kar kang kah kra kyan.
7
          Ingkang kaping pitu sastra gurita. Kacariyos pangnganggittipun kala ing kinna kabuka saking wawangunnan pamerringtossan awiyos inggih taksih angiri bwarnninning aksara dewa nagari. Lajeng kalampahhaken ing satannah jawi sadaya. Awit ing tahun surya sangkala 848 utawi ing tahun condra sangkala 874 panyjennengngannipun nata prabu jayabaya ing mamennang kadhiri inggih punnika putrannipun prabu gendrayana kados ing ngandhap punnika warnninnipun.

Ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.

Ki ku ke ko ke kar kang kah kra kyan kre.

8
            Ingkang kaping wolu sastra prawata. Kacariyos pangnganggittipun kala ing kinna kabuka sangking wawangunnan lorahhing harddi. Awiyos mawi tutularras sastranning serat saking ditya raja prawata saha taksih angiri bwarnninning aksara dewa nagari. Lajeng kalampahhaken awit ing tahun surya sagkala 915 utawi ing tahun condra sangkala 943 panyjennengngannipun nata prabu aji pamasa ing pengging. Inggih punnika prabu kusuma wiwit putrannipun prabu jaya misenna ing kadhiri kados ing ngandhap punnika warninnipun.

Ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.

Ki ku ke ko ke kar kang kah kra kyan.




9
            Ingkang kaping sanga satra wyajana. Kacariyos panganggittipun kala ing kinna kabuka saking wawangunnan rajah. Ing titiyang kapirit akaliyan gambar ulahhing wadyanata kang ngapejah samapyah tutukarran sami rowag. Lajeng kalampahhaken awit ing tahun surya sangkala 1000 utawi ing tahun condra sangkala 1030 panyjennengngannipun nata prabu widdhayaka ing medhang kamulan wekassan. Inggih punnika tedhakkipun sri maharaja wisaka ing kinna kasebutna mahajisa kakaping kalih kados ing ngandhap punnika warnninnipun.

Ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.

Ki ku ke kar kah kra kyan ke ko.

10
            Ingkang kaping sadasa sastra wyajana wawangunnan ing janggala. Kacariyos panganggittipun sang pahti gathayu. Lajeng kalampahhaken ing tahun surya sangkala 1078 utawi ing tahun condra sangkala 1111 kados ing ngandhap punnika warnninnipun.

Ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.

Ki ku ke ko ke kar kang kah kra kyan.
11
            Ingkang kaping sawelas sastra wyajana wawangunnan ing pajajarran kacariyos pangnganggittipun kaping kalih rambahhan ingkang sarambah anwiwittan sastra wawangunnan kala panyjennengngannipun nata prabu banyjarran sari ing galuh taksih angiri bwarnninning aksara rawangunnan ing janggala. Kalampahhaken a





11
Witing tahun surya sangkala 1155 utawi ing tahun condra sangkala 1191 kados ing ngandhap punnika warnninnipun.

Ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.



            Ingkang sarambahhan wekasan sastra wawangunan kala panyjennengngannipun nata prabu mundhang sari ing pajajarran mendhet tutularran saking sastranning serat weddha titilarrannipun bagawan dala puspa ing medhang kamulan. Lajeng kalampahhaken awit ing tahun surya sangkala 1194 utawi ing tahun condra sangkala 1241 kados ing ngandhap punnika warnninnipun.

12

Ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa dha ja ya nya, ma ga ba tha nga.
Sandhangngannipun



12
          Ingkang kaping kalih welas sastra wyajana mangunan majapahit. Kacariyos pangnganggittipun angiri bwarnnninning aksara wangun pajajarran ingkang wekassan. Lajeng kalampahhaken wit ing tahun surya sangkala 1264  utawi ing tahun condra sangkala 1303 panyjennengngannipun  nata prabu sri wijaya ingkang kapisan kados ing ngandhap punnika warnninnipun.

Sesorah



Sesorah
              Sesorah utawa pidhato iku wose medhar kandha ing sangarepe wong akeh kanthi ancas (tujuan)tinamtu. Ancasing sesorah bakal nemtokake underan (topik) kang cocog. Topiking pidhato ana kang gepok-senggol karo babagan ekonomi, sosial, seni budhaya, olahraga, pendhidikan, kasarasan, tetanen, lan sapanunggalane. Medharake sawenehing bab ing sangareping wong akeh (audience) kanthi ancas tinamtu asung : pakabaran, panjurung, pangajak, panyaruwe, lan panglipur.
               Pidhato minangka sawijining pakaryan kang ora saben wong bisa nindhaake. Pakaryan iki mbutuhake ketrampilan micara. Arepa mung micara, nanging menawa ora kerep digladi uga ora bisa. Ana ing pidhato mbutuhake kewanen kang gedhe. Ngandharake sadhengah bab ing ngarepe wong liya kudu bisa mudhengake kang ngrungokake. Dadi basa kang digunakake ora kudu nganggo basa rinenga lan malah ndadekake pamireng bingung. Ananging luwih prayoga menawa nggunakake basa kang gampang dimangerteni dening wong liya, ora usah basa kang ndakik-ndakik.
Ana bab-bab kang kudu digatekake nalika sadurunge nindakake sesorah antarane :
1.      Nyiapake topik pidhato.
2.      Golek lan ngumpulake bahan kang jumbuh karo ancase, jumbuh karo sing ngrungokake lan nggolek sumber kang selaras.
3.      Gawe ragangan pidhato, arupa pokok-pokok pidhato sing bakal didakekake bahan utawa kang bakal didakekake paragraf-paragraf ing naskah utawa paprince kang arep di omongake.
Tuladha sesorah :
 pasrah manten
Assalamualaikum Wr.Wb
  • Poro pepunden sesepuh aji sepuh ingkang satuhu pono ing pamawas miwah lebdo ing pitutur
  • Poro pinisepuh saha sesepuh ingkang hanggung hamastuti dumateng pepeoyaning kautaman ingkang pantes nampi pakurmatan
  • Poro pangenban pangembating projo satrianing nagari ingkang minangka pandam-pandoming kawulo dasih.
  • Nuwun inggih para brayat ageng barayo wiro wiyoto wiro tamtomo purno karyo labet projo ingkang sampun wenang nampi wahyuning kasutapan ingkang satuhu bagyo mulyo.
  • Kunjuk panjenenganipun poro alim para –para ulama, bopo haji saha ibu hajah poro santriwan santriwati ingkang rinten dalu tansah sumanding kitap suci wahyuning ilahi, pinangka panuntun kiblating panembah ingkang satuhu luhuing budi.
  • Poro sedyo werdo carono madyo tamu kakung miwah putri ingkang satuhu bagyo mulyo.
Sang yaning para tamu ingkang tansah pinundi pundi, kawulo nuwun kanti linambaran pepayungipun raos suko sukur dumateng Gusti, mugi rahayu wilujeng sagung ing Dumadi. sak lebetipun wonten ing pahargyan agung prastowo punika.
(setelah mengucapakan puji syukur selanjutnya intinya teks pidato pasrah penganten kakung ada di bawah ini, lanjutkan untuk membacayanya)
Panjenanganipun Bp…(ingkang nampi) ingkang sepindah,wondene wigatosing sedyo sowan kulo wonten ngarso panjenengan ingkang angka pisan ngaturaken sewu pangapunten mbok bilih ingkang hamengku gati…(besan saking temanten kakung) boten sagen masrahaken putanipun calon temanten kakung kapekso namung saged mgatiraken salam taklim mugi katuro dumateng panjenengan sedoyo, ingkan lumantar kawula. mbok bilih anggenipun hangrakit sekar cempoko mulyo, hamiwoho suto mahargya siwi tetepo winengku ing suko basuki.
Jangkep kaping kalih, rehing putra calon temanten kakung nuwun inggih panjenenganipun Bg…..(nama temanten kakung), atmaja panjenenganipun Bp/ibu….ingkang pidalem ing….sampun kelampahan ijab/daup kaliyan Rr….(nama temanten putri), atmojo panjenenganipun Bp/ibu…(orang tua dari temanten putri), kala wau dinten…Surya kaping….( tanggal, bulan dan tahun proses ijab qobul), wanci tabuh ….mapan ing dalem….mriki, kanthi nirbaya nir wikara boten wonten alangan satunggal punapa.
Mbok bilih sampun titiwanci tumapaking gati, pramila calon temanten kakung kula pasrahaken, mugi saged katindakaken dhaup panggihipun temanten, anut satataning adat widhiwidana ingkang sampun lumampah wonten ing padukuhan….(nama desa prosesi acara tersebut)…kula sak pengombong tansah jumurung pamuji ing karso, sinatran puji dongo mugi gusti tansah ngijabahi dumateng temanten sarimbit, anggenipun amangun brayat engga, tansh manggih guyuo rukun, atut runtut, ayem tentrem, rahayu ingkang tinuju, bagya mulya ingkang sinedyo.
Dene ingkang wekasan, sesampunipun paripurnaning pahargyan kula sarombongan pengombyong temanten kakung, kaparengo nyuwun pamit saha nyuwun pangestu, mugi-mugi lampah kawula sarombongan manggih wilujeng kalis ing rubedo nir ing sambikolo dumugi dalemipun soang -soang.
Semanten ugi mbok bilih kawula anggenipun minangka talanging basa wonten kekirangan dalasan kaladuk anggen kawula matur, kirang subasita ingkang singlar ing reh tata krami, kawula tansah nyuwun lunturing sih samodra pangaksami.
Akhirul kalam, wabilahi taufik wal hidayah
Wassalamuaalaikum wr.wb.
Sekali lagi ingat ini hanyalah sebuah contoh teks pidato pasrah penganten kakung. Sedikit yang bisa saya sampaikan semoga bisa bermanfaaat dan semoga anda bisa berlatih dan bisa anda kembangkan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku di daerah dimana anda tinggal masing-masing. Sukses selalu buat anda…Amien