Asal Mula Desa Grogol Demak
Desa Grogol merupakan salah satu desa yang terletak di
Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak dan berbatasan dengan desa Donorejo dan
desa Ploso. Menurut sejarahnya, desa Grogol berdiri pada tahun 1400 M. Dulunya
desa ini bernama desa Klampismalang. Dahulu kala di desa Klampismalang,
hiduplah sepasang suami istri yang bernama Yai Lenthis dan Nyai Kerti. Mereka
menikah sudah cukup lama namun belum juga dikaruniai seorang anak. Bahkan konon
katanya Nyai Kerti tidak akan memiliki anak.
Yai Lenthis adalah seorang petani yang setiap hari pergi ke
kebun dan hanya menanam jagung dan ketela. Karena semakin hari hasil panen
semakin meningkat maka dibuatkanlah sebuah lumbung yaitu Lumbung Silayur
(Lumbung Loro Dinok). Lumbung ini sebagai tempat penyimpanan hasil panen.
Lumbung tersebut dijaga oleh seekor kucing yang bernama kucing Condromowo,
yaitu hewan peliharaan Yai Lenthis dan Nyai Kerti. Kucing Condromowo hanya mau
diberi makan udang dan tidak mau memakan yang lain. Setiap pagi Yai Lentis
pergi ke sebuah sungai (sendang) untuk mencari udang. Yai Lenthis akan menunggu
berjam-jam agar mendapatkan udang untuk kucingnya, Condromowo.
Suatu hari
ketika Yai Lenthis melakukan aktivitas rutinnya, yaitu menunggu udang di
sendang tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari arah timur dan ternyata
terjadilah banjir bandang yang sangat dahsyat yang membawa batu-batuan, pasir,
maerial-material, dll. Yai Lenthis sangat kebingungan kemudian naiklah Yai
Lenthis ke sebuah punuk atau gundukan tanah yang tinggi dan ia melihat pusaran
air yang arusnya sangat deras. Kemudian Yai Lenthis melihat sebuah gethek
(perahu kecil yang terbuat dari bambu) yang hanyut diantara arus air yang
deras. Betapa terkejutnya Yai Lenthis ketika melihat gethek tersebut
berputar-putar dan tampak seperti sebuah pusaran air yang tepat berputar
dihadapan Yai Lenthis.
Diatas gethek tersebut ada seorang bayi mungil yang menangis
sangat kencang. Yai Lenthis sangat heran ketika melihat gethek itu tiba-tiba
menepi tepat dihadapan Yai Lenthis. Akhirnya diambillah bayi mungil itu dan
setelah diambil, arus air semakin kecil dan airnyapun surut. Yai Lenthis sangat
senang menemukan seorang bayi dan karena sudah lama menantikan kehadiran
seorang anak, Yai Lenthis membawa bayi mungil itu pulang ke gubugnya.
Sesampainya dirumah Yai Lenthis menunjukkan bayi yang ditemukannya di tepi
sendang kepada Nyai Kerti. Betapa terkejutnya Yai Lenthis karena bukannya
senang tetapi Nyai Kerti malah marah kepada Yai Lenthis dan menuduh Yai Lenthis
telah berselingkuh dengan wanita lain hingga menghamilinya dan menganggap anak
yang dibawa Yai Lenthis adalah anak hasil perselingkuhannya dengan wanita lain.
Karena kesalah pahaman itu terjadilah pertengkaran hebat antara Yai Lentis dan
Nyai Kerti. Yai Lenthis berulang kali menjelaskan namun Nyai Kerti tetap tidak
mau mendengarkan penjelasan Yai Lenthis.
Akhirnya
untuk membuktikan bahwa Yai Lenthis tidak berselingkuh dan bayi yang dibawanya
adalah bayi yang ditemukannya diatas gethek ketika menunggu udang di sendang,
Yai Lenthis mengajak Nyai Kerti menuju tempat dimana Yai Lenthis menemukan bayi
tersebut. Sesampainya di sendang, Nyai Kerti memang melihat sebuah gethek
dimana Yai Lenthis menemukan bayi diatas gethek tersebut. Akhirnya Nyai Kerti
percaya bahwa memang benar bayi itu adalah bayi yang ditemukan Yai Lenthis
diatas gethek. Saat ditemukan ari-ari bayi tersebut masih menempel pada
pusarnya. Akhirnya Yai Lenthis dan Nyai Kerti membawa bayi itu pulang. Kemudian
Yai Lenthis memanggil seorang dukun bayi yang bernama Nyai Siti Musiati dan
tinggal di desa Klampismalang.
Sesampainya
Nyai Siti Musiati di gubug Yai Lenthis dan Nyai Kerti, ia mengambil sebuah
senjata tajam seperti pisau, pedang, gaman, dll untuk memotong ari-ari bayi
tadi. Anehnya, ari-ari tersebut tidak dapat dipotong menggunakan senjata apapun.
Segala cara telah ditempuh oleh Nyai Siti Musiati tetapi tidak mendapatkan
hasil. Akhirnya ari-ari itu hanya dapat dipotong menggunakan sebuah Lading
atau Pring Apus (Bambu Kuning) yang telah disisik atau
dibersihkan dan dibentuk semacam silet. Pada lading itu terdapat lafadz yang
siapapun orang tidak dapat menandingi kekuatan lafadz tersebut. Setelah ari-ari
terpotong, Yai Lenthis dan Nyai Kerti memberinya nama Joko Temon.
Setelah beranjak dewasa, ilmu Joko Temon semakin hari semakin
meningkat. Joko Temon diasuh dengan baik oleh Yi Lenthis dan Nyai Kerti.
Semakin hari ilmunya semakin meningkat. Ia tumbuh menjadi anak yang berbakti
dan suka membantu orang lain. Joko Temon dilarang berbuat kasar, berjudi,
mabuk-mabukan, dan ia juga tidak boleh berbohong. Setiap tugas yang
diperintahkan oleh Nyai kerti pasti dilaksanakan oleh Joko Temon. Teman-teman
Joko Temon senang bermabuk-mabukan dan menganggu orang lain. Mereka juga sering
mempengaruhi Joko Temon untuk menjadi anak pembangkang.
Suatu hari teman-teman Joko Temon mengajaknya berjalan-jalan
dan ternyata Joko Temon diajak untuk pesta judi dan mabuk-mabukan. Awalnya Joko
Temon menolak namun karena rayuan temannya akhirnya Joko Temonpun terbujuk
hasutan teman-temannya. Karena mabuk berat, Joko Temon hilang kendali dan
sesampainya dirumah ia dipukuli Nyai Kerti hingga tak sadarkan diri.
Teman-temannya ingin merusak kepribadian Joko Temon supaya Joko Temon terlihat
jelek dimata semua orang. Mereka juga memanfaatkan pertemanan mereka dengan
Joko Temon supaya mereka bisa mendapatkan dan mengambil alih kesaktian Joko
Temon. Karena Joko Temon memang merupakan pemuda yang sakti.
Suatu hari
Joko Temon bermain bersama teman-temanya. Salah satu sahabat Joko Temon tertawa
terbahak-bahak. Karena Nyai Kerti sangat tidak suka dengan orang yang berlaku
tidak sopan dan seenaknya sendiri, akhirnya Nyai Kerti menampar orang tersebut
dan terkena mulutnya. Seketika mulut teman Joko Temon Robek dan tidak bisa
diobati.hingga kemudian temannya itu meninggal. Nyai Kerti adalah sosok wanita
yang keras dan dia akan menjadi sangat kejam bila ada orang yang berlaku
seenaknya sendiri dan kurang ajar.
Nyai Kerti sering mengajarkan kepada Joko Temon amal-amal
kebaikan agar kelak dirinya menjadi pemuda yang berguna untuk orang lain. Dan
terbukti setelah dewasa Joko Temon menjadi pemuda yang tangguh walaupun dulunya
ia juga pernaha terjerumus kedalam lembah perjudian dan itu karena hasutan
teman-temannya. Sehari-hari pekerjaan Joko Temon menjadi petani seperti ayah
dan ibunya. Lama di dunia pertanian, akhirnya Yai Lenthis memerintahkan kepada
Joko Temon supaya bekerja dirumah saja membuat Theple (menganyam
dari blarak atau daun kelapa).
Suatu hari
ada seorang laki-laki yang berjalan dari arah selatan yang sedang mencari kayu
jati besar untuk Saka Guru dalam rencana pembangunan Masjid Agung
Demak. Kemudian Ia berhenti dan menghampiri Joko Temon. Lelaki itu bertanya
kepada Joko Temon : “ Hai anak muda, siapa namamu?” Joko Temon menjawab “
Namaku Joko Temon Mbah” Lelaki itu bertanya lagi “ Dimana Ayahmu?” Joko
Temonpun menjawab “ Aku tidak memiliki Ayah Mbah. Tetapi aku memiliki seorang
ayah angkat. Pekerjaannya sebagai petani dan ia sekarang berada di kebun
menanam jagung.” Lelaki tadi bernama Sunan Kalijaga. Mulanya Beliau
berjalan-jalan sambil mencari kayu glagah jati untuk membangun masjid Demak.
Kemudian Joko Temon berkata kepada Sunan Kalijaga “ Di desa ini tidak ada kayu
glagah jati Mbah, cobalah mencari di Telaga Glagah Wangi yang tempatnya
terletak di desa Lempuyang.
Sunan Kalijaga merasa lelah karena sudah berjalan seharian.
Akhirnya beliau berkata kepada Joko Temon “ Joko Temon, aku sangat lelah.
Bolehkah aku ikut beristirahat di rumahmu?” karena rumah Joko Temon hanya
sebuah gubug kecil dan tidak mungkin cukup ditempati untuk banyak orang sehingga
Joko Temonpun menolak permintaan Sunan Kalijaga secara halus “ Maaf Kanjeng
Sunan, bukannya aku menolak permintaanmu. Tetapi ini hanyalah sebuah gubug
kecil, apakah gubug ini cukup untuk aku, ayah, ibu, dan anda?” Sunan Kalijaga
tersenyum sambil berkata “ Ya sudah, aku tidur di luar yang terpenting
tempatnya suci dan bersih.”
Tidak lama kemudian Sunan Kalijaga tertidur. Ketika beliau
terbangun, beliau melihat sebuah gudang di dekat gubug Joko Temon. Beliau
berencana membangun tempat ibadah di situ. Disitu Sunan Kalijaga melaksanakan
sholat (sembahyang) dan Joko Temon sangat kebingungan memperhatikan setiap
gerakan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Karena Joko Temon masih kejawen dan
belum pernah melakukan gerakan-gerakan sholat (sembahyang) seperti yang telah
dilakukan Sunan Kalijaga. Joko Temon terus memandangi Sunan Kalijaga dari
belakang dan setelah Sunan Kalijaga selesai melaksanakan sholat, Joko Temon
menghampirinya dan bertanya “ Kanjeng Sunan, kenapa engkau jungklat-jungklit
seperti itu, apa yang sebenarnya tengah engkau kerjakan?” Sunan Kalijaga
menjawab “ Itulah yang dinamakan sholat Joko Temon dan sebagai orang islam
wajib menjalankan sholat lima waktu. Inilah yang dinamakan sembahyang yaitu
Nyembah Marang Hyang Swiji, Swiji yaitu menswijikan atau menyatukan sifat atau
dzat” Joko Temon bertanya lagi “ Tapi aku belum pernah melakukan sholat Kanjeng
Sunan. Apakah itu ada doanya dan bagaimanakah doa itu?” kemudian Sunan Kalijaga
berkata kepada Joko Temon bahwa beliau akan mengajarkan tatacara sholat sedikit
demi sedikit kepada Joko Temon. Joko Temon bertanya lagi “ apakah ada tempat
untuk melakukan sholat itu Sunan Kalijaga dan seperti apa bentuk tempat itu?”.
Kemudian
Sunan Kalijaga mengambil sebuah kayu untuk menggambar sebuah Petha
(masjid) diatas tanah. Sunan Kalijaga menunjukkan gambar tersebut kepada Joko
Temon. Sunan Kalijaga bingung, jika membuat mushola bangunannya harus tinggi.
Sedangkan jika ingin membangun masjid harus ada kubah atau mustakanya. Joko
Temon memperhatikan gambar tadi kemudian ia membangun sebuah masjid seperti
yang telah digambarkan oleh Sunan Kalijaga dan dalam jangka waktu satu malam
atas perkataan atau sabdanya dan atas ijin Allah SWT masjid itupun jadi. Ketika
subuh, Sunan Kalijaga bingung dan kaget karena beliau melihat sebuah masjid
telah berdiri seperti yang telah digambar diatas tanah namun masjid itu tidak
memiliki mustaka.
Sunan
Kalijaga bertanya kepada Joko Temon “ Joko Temon, siapa yang telah membangun
Petha (masjid) ini?” Joko Temon diam dan tidak mau menjawab. Joko Temonpun
bertanya kepada Sunan Kalijaga “ Kanjeng Sunan, bukankah tadi engkau berkata
bahwa masjid itu harus memiliki mustaka? Lalu siapa yang akan membuat mustaka
itu?” Sunan Kalijaga akhirnya memutuskan untuk membuat mustaka tersebut.
Akhirnya Sunan Kalijaga mencari tanah liat, tanah lempung
(senthuk yuyu) kemudian mengempleng-empleng (mencetak) tanah tersebut dan
setelah jadi cetakan tanah itu dibakar dan jadilah sebuah mustaka. Mustaka itu
terdiri dari Sembilan shaf (tingkat). Mustaka itu dibuat sendiri oleh kedua
tangan Sunan Kalijaga yang kemudian dipasang diatas masjid dengan cara
menggendong mustaka itu dipunggungnya menggunakan selendang milik ibu Joko
Temon.
Sunan Kalijaga ingin melaksanakan sholat. Kemudian beliau
bertanya kepada Joko Temon “ Joko Temon, apakah disini ada air karena aku ingin
berwudhu lalu sholat” Joko Temon menjawab “ Disini tidak ada air Kanjeng Sunan,
sekarang aku ingin meminta kemurahan dari Allah” setelah itu Joko Temon
meminjam Lading ( bambu apus yang telah dibersihkan) milik
ibunya. Kemudian Joko Temon menancapkan lading tersebut dan keluarlah aliran
air. Kemudian Sunan Kalijaga wudhu ditempat itu dan setelah selesai berwudhu
lading itu ditutup kembali. Setelah itu Sunan Kalijaga Melaksanakan sholat.
Merasa sangat lelah, akhirnya Sunan Kalijaga tidur. Tidak
lama kemudian Joko Temon membangunkannya karena Joko Temon telah menyiapkan
makanan. Alangkah terkejutnya Sunan Kalijaga melihat semua tempat makan itu
berwarna kuning dan berbahan emas. Kemudian Sunan Kalijaga berkata kepada Joko
Temon “ Hai Joko Temon, kamu ini anak kemarin sore. Tetapi kenapa kau begitu
angkuh dan takabur?” Joko Temon menjawab “ Takabur itu apa Kanjeng Sunan?
Kenapa kau menyebutku takabur? Apa masalahnya?”.Sunan Kalijaga geleng-geleng
dan berkata “ Bagaimana aku tidak menyebutmu sombong dan takabur, kau ini anak
kecil tapi semua tempat sesaji atau makanmu terbuat dari emas semua”. Joko
temon tersenyum dan berkata “ Maaf Kanjeng Sunan, bukan saya yang sombong tapi
Kanjeng Sunan sendiri. Tadinya di gubugku tidak ada gudang dan masjid. Tapi
kenapa setelah kedatangan Kanjeng Sunan disini terdapat gudang dan masjid.
Padahal Kanjeng Sunan sendiri tidak merasa membuatnya dan akupun juga tidak
membuatnya. Lalu sekarang siapakah yang takabur Kanjeng Sunan?”. “ Aku memang
tidak membuat masjid itu Joko Temon, engkaulah yang telah membuatnya.” Kata
Sunan Kalijaga. Ternyata terbangunnya masjid dan juga tempat makan emas memang
ada dengan sendirinya dan bukan buatan Joko Temon. Namun Sunan Kalijaga percaya
bahwa Joko Temonlah yang melakukan semua itu.
Suatu hari potongan ari-ari Mbah Sabdo Kencana di sabda oleh
Allah SWT kemudian menjelma menjadi seorang wanita cantik yang berusaha
menggoda Mbah Sabdo Kencana. Setelah mendengar godaan wanita cantik itu kemudian
Mbah Sabdo Kencana berkata “ lah kamu itu manusia atau Burung Tengkek Udang?”
dan seketika wanita itu menjelma menjadi Burung Tengkek Udang. Atas semua
peristiwa yang terjadi dan menyangkut Joko Temon akhirnya Sunan Kalijaga
memberinya nama Sabdo Kencana yang berarti atas kehendak Yang
Maha Kuasa semua sabda (perkataan) Joko Temon pasti terjadi dan tidak ada yang
dapat mengelaknya. Setelah dewasa Joko Temon menikah dengan Dewi Nawangsih
putri dari Kyai Ageng Tarub.
Ketika
Sunan Kalijaga ingin melaksanakan sholat. Ia menengok kearah selatan. Ternyata
sudah terdapat sumber air yang lebih baik dan airnya sangat jernih. Sunan
Kalijaga berwudhu ditempat itu kemudian peci yang dipakainya terjatuh atau
dalam bahasa jawa Gregel. Dan akhirnya desa tempat Sunan Kalijaga singgah
dinamakan GREGEL KECEMPLUNG hingga akhirnya sekarang desa itu dinamakan
desa GROGOL.
Sampai
sekarang nama Joko Temon atau lebih dikenal Ki Sabdo Kencono cukup melegenda.
Ulama yang mulai menyiarkan agama Islam pada masa Walisongo itu meninggalkan
bukti sejarah berupa Masjid Jami’ Baitul Mukminin atau sering disebut masjid
wali yang konon kubah atau mustakanya dapat membaca tanda-tanda alam. Mustaka
tersebut akan berputar-putar kemudian berhenti menunjuk arah akan terjadinya
peristiwa besar. Masjid tersebut terletak di tepi Sungai Tuntang yang
membentang di Desa Grogol. Ki Joko Temon termasuk penyebar Islam di tanah Jawa
yang menggunakan pendekatan kesederhanaan hidup dalam mengajak umat lain agar
memeluk Islam. Rumahnya hanya terbangun dari gedek bambu dan fondasi kayu jati.
Sumber :
Wawancara
Bp. Rukhani
Grogol
Karangtengah Demak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar