Sabtu, 16 Januari 2016

Asal Mula Desa Grogol Demak

Asal Mula Desa Grogol Demak

Desa Grogol merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak dan berbatasan dengan desa Donorejo dan desa Ploso. Menurut sejarahnya, desa Grogol berdiri pada tahun 1400 M. Dulunya desa ini bernama desa Klampismalang. Dahulu kala di desa Klampismalang, hiduplah sepasang suami istri yang bernama Yai Lenthis dan Nyai Kerti. Mereka menikah sudah cukup lama namun belum juga dikaruniai seorang anak. Bahkan konon katanya Nyai Kerti tidak akan memiliki anak.
Yai Lenthis adalah seorang petani yang setiap hari pergi ke kebun dan hanya menanam jagung dan ketela. Karena semakin hari hasil panen semakin meningkat maka dibuatkanlah sebuah lumbung yaitu Lumbung Silayur (Lumbung Loro Dinok). Lumbung ini sebagai tempat penyimpanan hasil panen. Lumbung tersebut dijaga oleh seekor kucing yang bernama kucing Condromowo, yaitu hewan peliharaan Yai Lenthis dan Nyai Kerti. Kucing Condromowo hanya mau diberi makan udang dan tidak mau memakan yang lain. Setiap pagi Yai Lentis pergi ke sebuah sungai (sendang) untuk mencari udang. Yai Lenthis akan menunggu berjam-jam agar mendapatkan udang untuk kucingnya, Condromowo.
Suatu hari ketika Yai Lenthis melakukan aktivitas rutinnya, yaitu menunggu udang di sendang tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari arah timur dan ternyata terjadilah banjir bandang yang sangat dahsyat yang membawa batu-batuan, pasir, maerial-material, dll. Yai Lenthis sangat kebingungan kemudian naiklah Yai Lenthis ke sebuah punuk atau gundukan tanah yang tinggi dan ia melihat pusaran air yang arusnya sangat deras. Kemudian Yai Lenthis melihat sebuah gethek (perahu kecil yang terbuat dari bambu) yang hanyut diantara arus air yang deras. Betapa terkejutnya Yai Lenthis ketika melihat gethek tersebut berputar-putar dan tampak seperti sebuah pusaran air yang tepat berputar dihadapan Yai Lenthis.
Diatas gethek tersebut ada seorang bayi mungil yang menangis sangat kencang. Yai Lenthis sangat heran ketika melihat gethek itu tiba-tiba menepi tepat dihadapan Yai Lenthis. Akhirnya diambillah bayi mungil itu dan setelah diambil, arus air semakin kecil dan airnyapun surut. Yai Lenthis sangat senang menemukan seorang bayi dan karena sudah lama menantikan kehadiran seorang anak, Yai Lenthis membawa bayi mungil itu pulang ke gubugnya. Sesampainya dirumah Yai Lenthis menunjukkan bayi yang ditemukannya di tepi sendang kepada Nyai Kerti. Betapa terkejutnya Yai Lenthis karena bukannya senang tetapi Nyai Kerti malah marah kepada Yai Lenthis dan menuduh Yai Lenthis telah berselingkuh dengan wanita lain hingga menghamilinya dan menganggap anak yang dibawa Yai Lenthis adalah anak hasil perselingkuhannya dengan wanita lain. Karena kesalah pahaman itu terjadilah pertengkaran hebat antara Yai Lentis dan Nyai Kerti. Yai Lenthis berulang kali menjelaskan namun Nyai Kerti tetap tidak mau mendengarkan penjelasan Yai Lenthis.
Akhirnya untuk membuktikan bahwa Yai Lenthis tidak berselingkuh dan bayi yang dibawanya adalah bayi yang ditemukannya diatas gethek ketika menunggu udang di sendang, Yai Lenthis mengajak Nyai Kerti menuju tempat dimana Yai Lenthis menemukan bayi tersebut. Sesampainya di sendang, Nyai Kerti memang melihat sebuah gethek dimana Yai Lenthis menemukan bayi diatas gethek tersebut. Akhirnya Nyai Kerti percaya bahwa memang benar bayi itu adalah bayi yang ditemukan Yai Lenthis diatas gethek. Saat ditemukan ari-ari bayi tersebut masih menempel pada pusarnya. Akhirnya Yai Lenthis dan Nyai Kerti membawa bayi itu pulang. Kemudian Yai Lenthis memanggil seorang dukun bayi yang bernama Nyai Siti Musiati dan tinggal di desa Klampismalang.
Sesampainya Nyai Siti Musiati di gubug Yai Lenthis dan Nyai Kerti, ia mengambil sebuah senjata tajam seperti pisau, pedang, gaman, dll untuk memotong ari-ari bayi tadi. Anehnya, ari-ari tersebut tidak dapat dipotong menggunakan senjata apapun. Segala cara telah ditempuh oleh Nyai Siti Musiati tetapi tidak mendapatkan hasil. Akhirnya ari-ari itu hanya dapat dipotong menggunakan sebuah Lading atau Pring Apus (Bambu Kuning) yang telah disisik atau dibersihkan dan dibentuk semacam silet. Pada lading itu terdapat lafadz yang siapapun orang tidak dapat menandingi kekuatan lafadz tersebut. Setelah ari-ari terpotong, Yai Lenthis dan Nyai Kerti memberinya nama Joko Temon.
Setelah beranjak dewasa, ilmu Joko Temon semakin hari semakin meningkat. Joko Temon diasuh dengan baik oleh Yi Lenthis dan Nyai Kerti. Semakin hari ilmunya semakin meningkat. Ia tumbuh menjadi anak yang berbakti dan suka membantu orang lain. Joko Temon dilarang berbuat kasar, berjudi, mabuk-mabukan, dan ia juga tidak boleh berbohong. Setiap tugas yang diperintahkan oleh Nyai kerti pasti dilaksanakan oleh Joko Temon. Teman-teman Joko Temon senang bermabuk-mabukan dan menganggu orang lain. Mereka juga sering mempengaruhi Joko Temon untuk menjadi anak pembangkang.
Suatu hari teman-teman Joko Temon mengajaknya berjalan-jalan dan ternyata Joko Temon diajak untuk pesta judi dan mabuk-mabukan. Awalnya Joko Temon menolak namun karena rayuan temannya akhirnya Joko Temonpun terbujuk hasutan teman-temannya. Karena mabuk berat, Joko Temon hilang kendali dan sesampainya dirumah ia dipukuli Nyai Kerti hingga tak sadarkan diri. Teman-temannya ingin merusak kepribadian Joko Temon supaya Joko Temon terlihat jelek dimata semua orang. Mereka juga memanfaatkan pertemanan mereka dengan Joko Temon supaya mereka bisa mendapatkan dan mengambil alih kesaktian Joko Temon. Karena Joko Temon memang merupakan pemuda yang sakti.
Suatu hari Joko Temon bermain bersama teman-temanya. Salah satu sahabat Joko Temon tertawa terbahak-bahak. Karena Nyai Kerti sangat tidak suka dengan orang yang berlaku tidak sopan dan seenaknya sendiri, akhirnya Nyai Kerti menampar orang tersebut dan terkena mulutnya. Seketika mulut teman Joko Temon Robek dan tidak bisa diobati.hingga kemudian temannya itu meninggal. Nyai Kerti adalah sosok wanita yang keras dan dia akan menjadi sangat kejam bila ada orang yang berlaku seenaknya sendiri dan kurang ajar.
Nyai Kerti sering mengajarkan kepada Joko Temon amal-amal kebaikan agar kelak dirinya menjadi pemuda yang berguna untuk orang lain. Dan terbukti setelah dewasa Joko Temon menjadi pemuda yang tangguh walaupun dulunya ia juga pernaha terjerumus kedalam lembah perjudian dan itu karena hasutan teman-temannya. Sehari-hari pekerjaan Joko Temon menjadi petani seperti ayah dan ibunya. Lama di dunia pertanian, akhirnya Yai Lenthis memerintahkan kepada Joko Temon supaya bekerja dirumah saja membuat Theple (menganyam dari blarak atau daun kelapa).
Suatu hari ada seorang laki-laki yang berjalan dari arah selatan yang sedang mencari kayu jati besar untuk Saka Guru dalam rencana pembangunan Masjid Agung Demak. Kemudian Ia berhenti dan menghampiri Joko Temon. Lelaki itu bertanya kepada Joko Temon : “ Hai anak muda, siapa namamu?” Joko Temon menjawab “ Namaku Joko Temon Mbah” Lelaki itu bertanya lagi “ Dimana Ayahmu?” Joko Temonpun menjawab “ Aku tidak memiliki Ayah Mbah. Tetapi aku memiliki seorang ayah angkat. Pekerjaannya sebagai petani dan ia sekarang berada di kebun menanam jagung.” Lelaki tadi bernama Sunan Kalijaga. Mulanya Beliau berjalan-jalan sambil mencari kayu glagah jati untuk membangun masjid Demak. Kemudian Joko Temon berkata kepada Sunan Kalijaga “ Di desa ini tidak ada kayu glagah jati Mbah, cobalah mencari di Telaga Glagah Wangi yang tempatnya terletak di desa Lempuyang.
Sunan Kalijaga merasa lelah karena sudah berjalan seharian. Akhirnya beliau berkata kepada Joko Temon “ Joko Temon, aku sangat lelah. Bolehkah aku ikut beristirahat di rumahmu?” karena rumah Joko Temon hanya sebuah gubug kecil dan tidak mungkin cukup ditempati untuk banyak orang sehingga Joko Temonpun menolak permintaan Sunan Kalijaga secara halus “ Maaf Kanjeng Sunan, bukannya aku menolak permintaanmu. Tetapi ini hanyalah sebuah gubug kecil, apakah gubug ini cukup untuk aku, ayah, ibu, dan anda?” Sunan Kalijaga tersenyum sambil berkata “ Ya sudah, aku tidur di luar yang terpenting tempatnya suci dan bersih.”
Tidak lama kemudian Sunan Kalijaga tertidur. Ketika beliau terbangun, beliau melihat sebuah gudang di dekat gubug Joko Temon. Beliau berencana membangun tempat ibadah di situ. Disitu Sunan Kalijaga melaksanakan sholat (sembahyang) dan Joko Temon sangat kebingungan memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Karena Joko Temon masih kejawen dan belum pernah melakukan gerakan-gerakan sholat (sembahyang) seperti yang telah dilakukan Sunan Kalijaga. Joko Temon terus memandangi Sunan Kalijaga dari belakang dan setelah Sunan Kalijaga selesai melaksanakan sholat, Joko Temon menghampirinya dan bertanya “ Kanjeng Sunan, kenapa engkau jungklat-jungklit seperti itu, apa yang sebenarnya tengah engkau kerjakan?” Sunan Kalijaga menjawab “ Itulah yang dinamakan sholat Joko Temon dan sebagai orang islam wajib menjalankan sholat lima waktu. Inilah yang dinamakan sembahyang yaitu Nyembah Marang Hyang Swiji, Swiji yaitu menswijikan atau menyatukan sifat atau dzat” Joko Temon bertanya lagi “ Tapi aku belum pernah melakukan sholat Kanjeng Sunan. Apakah itu ada doanya dan bagaimanakah doa itu?” kemudian Sunan Kalijaga berkata kepada Joko Temon bahwa beliau akan mengajarkan tatacara sholat sedikit demi sedikit kepada Joko Temon. Joko Temon bertanya lagi “ apakah ada tempat untuk melakukan sholat itu Sunan Kalijaga dan seperti apa bentuk tempat itu?”.
Kemudian Sunan Kalijaga mengambil sebuah kayu untuk menggambar sebuah Petha (masjid) diatas tanah. Sunan Kalijaga menunjukkan gambar tersebut kepada Joko Temon. Sunan Kalijaga bingung, jika membuat mushola bangunannya harus tinggi. Sedangkan jika ingin membangun masjid harus ada kubah atau mustakanya. Joko Temon memperhatikan gambar tadi kemudian ia membangun sebuah masjid seperti yang telah digambarkan oleh Sunan Kalijaga dan dalam jangka waktu satu malam atas perkataan atau sabdanya dan atas ijin Allah SWT masjid itupun jadi. Ketika subuh, Sunan Kalijaga bingung dan kaget karena beliau melihat sebuah masjid telah berdiri seperti yang telah digambar diatas tanah namun masjid itu tidak memiliki mustaka.
Sunan Kalijaga bertanya kepada Joko Temon “ Joko Temon, siapa yang telah membangun Petha (masjid) ini?” Joko Temon diam dan tidak mau menjawab. Joko Temonpun bertanya kepada Sunan Kalijaga “ Kanjeng Sunan, bukankah tadi engkau berkata bahwa masjid itu harus memiliki mustaka? Lalu siapa yang akan membuat mustaka itu?” Sunan Kalijaga akhirnya memutuskan untuk membuat mustaka tersebut. Akhirnya Sunan Kalijaga mencari tanah liat, tanah lempung (senthuk yuyu) kemudian mengempleng-empleng (mencetak) tanah tersebut dan setelah jadi cetakan tanah itu dibakar dan jadilah sebuah mustaka. Mustaka itu terdiri dari Sembilan shaf (tingkat). Mustaka itu dibuat sendiri oleh kedua tangan Sunan Kalijaga yang kemudian dipasang diatas masjid dengan cara menggendong mustaka itu dipunggungnya menggunakan selendang milik ibu Joko Temon.
Sunan Kalijaga ingin melaksanakan sholat. Kemudian beliau bertanya kepada Joko Temon “ Joko Temon, apakah disini ada air karena aku ingin berwudhu lalu sholat” Joko Temon menjawab “ Disini tidak ada air Kanjeng Sunan, sekarang aku ingin meminta kemurahan dari Allah” setelah itu Joko Temon meminjam Lading ( bambu apus yang telah dibersihkan) milik ibunya. Kemudian Joko Temon menancapkan lading tersebut dan keluarlah aliran air. Kemudian Sunan Kalijaga wudhu ditempat itu dan setelah selesai berwudhu lading itu ditutup kembali. Setelah itu Sunan Kalijaga Melaksanakan sholat.
Merasa sangat lelah, akhirnya Sunan Kalijaga tidur. Tidak lama kemudian Joko Temon membangunkannya karena Joko Temon telah menyiapkan makanan. Alangkah terkejutnya Sunan Kalijaga melihat semua tempat makan itu berwarna kuning dan berbahan emas. Kemudian Sunan Kalijaga berkata kepada Joko Temon “ Hai Joko Temon, kamu ini anak kemarin sore. Tetapi kenapa kau begitu angkuh dan takabur?” Joko Temon menjawab “ Takabur itu apa Kanjeng Sunan? Kenapa kau menyebutku takabur? Apa masalahnya?”.Sunan Kalijaga geleng-geleng dan berkata “ Bagaimana aku tidak menyebutmu sombong dan takabur, kau ini anak kecil tapi semua tempat sesaji atau makanmu terbuat dari emas semua”. Joko temon tersenyum dan berkata “ Maaf Kanjeng Sunan, bukan saya yang sombong tapi Kanjeng Sunan sendiri. Tadinya di gubugku tidak ada gudang dan masjid. Tapi kenapa setelah kedatangan Kanjeng Sunan disini terdapat gudang dan masjid. Padahal Kanjeng Sunan sendiri tidak merasa membuatnya dan akupun juga tidak membuatnya. Lalu sekarang siapakah yang takabur Kanjeng Sunan?”. “ Aku memang tidak membuat masjid itu Joko Temon, engkaulah yang telah membuatnya.” Kata Sunan Kalijaga. Ternyata terbangunnya masjid dan juga tempat makan emas memang ada dengan sendirinya dan bukan buatan Joko Temon. Namun Sunan Kalijaga percaya bahwa Joko Temonlah yang melakukan semua itu.
Suatu hari potongan ari-ari Mbah Sabdo Kencana di sabda oleh Allah SWT kemudian menjelma menjadi seorang wanita cantik yang berusaha menggoda Mbah Sabdo Kencana. Setelah mendengar godaan wanita cantik itu kemudian Mbah Sabdo Kencana berkata “ lah kamu itu manusia atau Burung Tengkek Udang?” dan seketika wanita itu menjelma menjadi Burung Tengkek Udang. Atas semua peristiwa yang terjadi dan menyangkut Joko Temon akhirnya Sunan Kalijaga memberinya nama Sabdo Kencana yang berarti atas kehendak Yang Maha Kuasa semua sabda (perkataan) Joko Temon pasti terjadi dan tidak ada yang dapat mengelaknya. Setelah dewasa Joko Temon menikah dengan Dewi Nawangsih putri dari Kyai Ageng Tarub.
Ketika Sunan Kalijaga ingin melaksanakan sholat. Ia menengok kearah selatan. Ternyata sudah terdapat sumber air yang lebih baik dan airnya sangat jernih. Sunan Kalijaga berwudhu ditempat itu kemudian peci yang dipakainya terjatuh atau dalam bahasa jawa Gregel. Dan akhirnya desa tempat Sunan Kalijaga singgah dinamakan GREGEL KECEMPLUNG hingga akhirnya sekarang desa itu dinamakan desa GROGOL.
Sampai sekarang nama Joko Temon atau lebih dikenal Ki Sabdo Kencono cukup melegenda. Ulama yang mulai menyiarkan agama Islam pada masa Walisongo itu meninggalkan bukti sejarah berupa Masjid Jami’ Baitul Mukminin atau sering disebut masjid wali yang konon kubah atau mustakanya dapat membaca tanda-tanda alam. Mustaka tersebut akan berputar-putar kemudian berhenti menunjuk arah akan terjadinya peristiwa besar. Masjid tersebut terletak di tepi Sungai Tuntang yang membentang di Desa Grogol. Ki Joko Temon termasuk penyebar Islam di tanah Jawa yang menggunakan pendekatan kesederhanaan hidup dalam mengajak umat lain agar memeluk Islam. Rumahnya hanya terbangun dari gedek bambu dan fondasi kayu jati.

Sumber : Wawancara
Bp. Rukhani

Grogol Karangtengah Demak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar