Minggu, 10 Januari 2016

MASJID WALI GROGOL DEMAK



MASJID WALI GROGOL DEMAK


Description: Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzoPa1hRmjfz1djxwuiuC9_iB5Vqq6IT0KxfqCmT94xczhu58WuOI95TRcKAXSPhdtShH1yBb2gyZj1CKNUaRdGch58Qev4EZWtwyZVtBgCkFa4toiHu1owcbrAJKlNXhMIVm2Dkb1apB7/s640/15gmasjid+%282%29.jpg



MASJID WALI GROGOL DEMAK
            Desa Grogol merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak dan berbatasan dengan desa Donorejo dan desa Ploso. Menurut sejarahnya, desa Grogol berdiri pada tahun 1400 M. Dahulu kala didesa ini (Grogol) terdapat sepasang suami istri yang bernama Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras. Mereka berdua memiliki teman atau punakawan bernama Yai Lenthis dan Nyai Kerti. Dua sahabat ini sama-sama sudah menikah cukup lama, tetapi mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Konon katanya mereka tidak akan pernah memiliki anak.
Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras tinggal di sebuah gubug kecil bersama seekor kucing kesayangan mereka yang bernama kucing Condromowo. Kucing Condromowo merupakan kucing yang selama ini menemani Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras. Kucing Condromowo hanya mau diberi makan udang dan tidak mau diberikan makanan yang lain. Mau tidak mau Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras harus berusaha untuk selalu memberikan makanan kepada kucing Condromowo berupa udang.
            Suatu hari Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras berjalan – jalan mencarikan udang untuk kucing Condromowo. Setelah sekian lama mencari dan belum juga menemukan satupun udang, akhirnya Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras mencari ke arah utara dan ditemukanlah sebuah grojogan. Merekapun menyusuri grojogan tersebut.Tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang sangat dahsyat yang berasal dari arah utara. Kemudian Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras menuju ke utara untuk melihat apa yang terjadi. Karena bingung melihat arus air yang semakin deras dan tinggi, akhirnya Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras naik disebuah punuk atau gundukan tanah yang tinggi dan terjadilah banjir bandang.
Banjir bandang tersebut membawa beberapa material, kotoran, dan juga dua gedebog pisang. Gedebog pisang itu hanyut diantara arus air yang deras. Betapa terkejutnya Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras ketika melihat dua gedebog pisang tersebut berputar-putar dan tampak seperti sebuah pusaran air yang tepat berputar dihadapan Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras. Tiba-tiba dua gedebog pisang itu semakin menepi menghampiri Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras. Mereka tertegun ketika melihat ada seorang bayi laki-laki mungil diatas dua gedebog pisang tersebut. Akhirnya diambillah bayi mungil itu dan setelah diambil, arus air semakin kecil dan airnyapun surut.
Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras sangat senang menemukan seorang bayi dan karena sudah lama mereka menantikan kehadiran seorang anak. Akhirnya, Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras membawa pulang bayi tersebut. Saat ditemukan oleh Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras ari-ari bayi itu masih menempel pada pusarnya sehingga Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras memotongnya menggunakan beberapa benda-benda tajam seperti gaman, pisau, gunting. Namun anehnya, semua alat-alat itu tidak bisa memotong ari-ari bayi tersebut dan ari-ari itu hanya bisa dipotong menggunakan lading ( bambu kuning atau apus yang telah disisik ). Pada lading itu terdapat lafadz yang siapapun orang tidak dapat menandingi kekuatan lafadz tersebut. Bayi laki-laki itu diberikan dan diasuh oleh Yi Lenthis dan Nyai kerti. Setelah ari-arinya dipotong, bayi itu diberi nama Temon. Dan setelah beranjak dewasa namanya menjadi Joko Temon.
Joko Temon diasuh dengan baik oleh Yi Lenthis dan Nyai Kerti. Semakin hari ilmunya semakin meningkat. Ia tumbuh menjadi anak yang berbakti dan suka membantu orang lain. Setiap hari Joko Temon membantu kedua orang tuanya menanam jagung di sawah. Joko Temon dilarang berbuat kasar, memukuli orang lain, dan ia juga tidak boleh berbohong. Setiap tugas yang diperintahkan oleh Nyai kerti pasti dilaksanakan oleh Joko Temon. Suatu hari Joko Temon bermain bersama teman-temanya. Salah satu sahabat Joko Temon tertawa terbahak-bahak. Karena Nyai Kerti sangat tidak suka dengan orang yang berlaku tidak sopan dan seenaknya sendiri, akhirnya Nyai Kerti menampar orang tersebut dan terkena mulutnya. Seketika mulut teman Joko Temon Robek dan tidak bisa diobati. Nyai Kerti juga sering mengajarkan kepada Joko Temon amal-amal kebaikan agar kelak dirinya menjadi pemuda yang berguna untuk orang lain. Dan terbukti setelah dewasa Joko Temon menjadi pemuda yang tangguh.
Suatu hari ada seorang laki-laki gagah sedang berjalan-jalan dan laki-laki itu ialah Sunan Kalijaga yang sedang mencari kayu jati besar untuk Saka Guru  dalam rencana pembangunan Masjid Agung Demak. Karena lelah dan sudah hampir tengah malam, akhirnya Sunan Kalijaga memutuskan untuk bermalam di desa Grogol tepatnya di dekat gubug milik Joko Temon. Disitu Sunan Kalijaga melaksanakan sholat (sembahyang) dan Joko Temon sangat kebingungan memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Karena Joko Temon masih kejawen dan belum pernah melakukan gerakan-gerakan sholat (sembahyang) seperti yang telah dilakukan Sunan Kalijaga.
 Setelah Sunan Kalijaga selesai melaksanakan sholat, Joko Temon bertanya kepada Sunan Kalijaga, “ Mbah Sunan Kalijaga, gerakan apa yang tadi anda kerjakan? Sebelumya aku tidak pernah melihat gerakan semacam itu”. Sunan Kalijaga menjawab “ inilah yang dinamakan sholat (sembahyang) yaitu Nyembah Marang Hyang Swiji, Swiji yaitu menswijikan atau menyatukan sifat atau dzat”. Joko Temon bertanya lagi “ apakah ada tempat untuk melakukan sholat itu Sunan Kalijaga dan seperti apa bentuk tempat itu?”.
Kemudian Sunan Kalijaga mengambil sebuah kayu untuk menggambar sebuah Petha (masjid) diatas tanah. Setelah menunjukkan gambar tersebut kepada Joko Temon, Sunan Kalijaga melanjutkan sholatnya lalu tertidur. Joko Temon memperhatikan gambar tadi kemudian ia membangun sebuah masjid seperti yang telah digambarkan oleh Sunan Kalijaga dan dalam jangka waktu satu malam masjid itupun jadi. Paginya setelah bangun, Sunan Kalijaga bingung dan kaget  karena beliau melihat sebuah masjid telah berdiri seperti yang telah digambar diatas tanah namun masjid itu tidak memiliki mustaka. Akhirnya mustaka masjid dibuat dari tanah lempung (senthuk yuyu) yang dibuat langsung oleh tangan Sunan Kalijaga. Mustaka itu terdiri dari sembilan shaf (tingkat). Kemudian Sunan Kalijaga menaikkan mustaka itu dan dipasang diatas masjid. Setelah selesai Sunan Kalijaga bertanya kepada Joko Temon “ Joko Temon, siapa yang telah membangun Petha (masjid) ini?” Joko Temon diam dan tidak mau menjawab. Akhirnya Joko Temonpun mau menjawab “ Saya yang membangun masjid ini Sunan Kalijaga.” Karena Joko Temon membangun masjid dalam jangka waktu satu malam tanpa bantuan siapapun, akhirnya Sunan Kalijaga memberinya nama Sabdo Kencana yang berarti atas kehendak Yang Maha Kuasa semua sabda (perkataan) Joko Temon atau Sabdo Kencana pasti terjadi dan tidak ada yang dapat mengelaknya.
Suatu hari potongan ari-ari Mbah Sabdo Kencana di sabda oleh Allah kemudian menjelma menjadi seorang wanita cantik yang berusaha menggoda Mbah Sabdo Kencana. Setelah mendengar godaan wanita cantik itu kemudian Mbah Sabdo Kencana berkata “ lah kamu itu manusia atau Burung Tengkek Udang?” dan seketika wanita itu menjelma menjadi Burung Tengkek Udang. Dan semua yang dikatakan Mbah Sabdo Kencana pasti terjadi. Mustaka dari masjid yang dibangun oleh Mbah Sabdo Kencana  kabarnya akan berputar-putar dan akan berhenti menunjuk arah dimana akan terjadi atau datang suatu musibah atau bencana.

Sumber : Wawancara
Narasumber : Bp. Kyai Makhrus (Imam Masjid Grogol)
Alamat            : Ds. Grogol RT 05/02 Karangtengah Demak  
























MASJID WALI GROGOL DEMAK
           
Sebuah masjid di Desa Grogol Karangtengah Demak, Masjid Wali Grogol atau Masjid “Thukul” menurut cerita dibangun oleh seseorang wali hanya dalam waktu semalam.tidak bisa disebutkan siapa saja wali-wali yang telah membangun masjid tersebut. Konon masjid wali dibangun dalam waktu semalam. Tetapi hanya diketahui bahwa mustaka dari masjid itu sendiri dibuat dan dibentuk langsung dengan kedua tangan Sunan Kalijaga menggunakan tanah liat yang telah dibakar. Muasal masjid adalah ketika Walisongo berhajad mencari kayu jati besar untuk Saka Guru dalam rencana pembangunan Masjid Agung Demak. Setelah berputar-putar dan berjalan-jalan mencari kayu tersebut, ketika tiba di Desa Grogol para wali akan melaksanakan sholat. Namun melihat keasrian wilayah tersebut, maka terdoronglah mereka untuk membuat masjid. Dalam jangka waktu semalam masjid itupun jadi.
 Karena mustaka masjid dianggap keramat, masyarakat menjulukinya Masjid Wali dengan mustaka yang bisa berputar sendiri menunjuk arah munculnya peristiwa besar yang akan terjadi. Mustaka akan berputar-putar kemudian berhenti menunjuk arah dimana akan terjadi peristiwa besar. Sekilas masjid ini tampak biasa. Namun bila melihat ke mustaka masjid, akan muncul pertanyaan. Bangunan masjid terlihat baru kenapa mustakanya tak sekalian diganti baru. Tapi bila tahu usia mustaka tersebut akan kembali keheranan. Mustaka yang terbuat dari tanah liat tersebut telah berusia 611 tahun. Masjid yang semula berukuran 7 meter persegi  ini berdiri sejak tahun 1.400 Masehi selisih setahun lebih tua dengan berdirinya Masjid Agung Demak (1.401 M).
Pada tahun 1899 Masjid Wali pernah akan dibedol, digeser ke arah timur. Namun saat dilakukan upaya pemindahan, terjadi banya keanehan. Upaya pemindahan tersebut menghabiskan kurang lebih seribu kambing dan dua ribu ayam. Suatu hari ketika mutaka ingin diangkat dan dipindahkan, ada seorang pemuda menghina dan menendang mustaka tersebut dan akhirnya dia meninggal seketika. Para sesepuh kemudian melakukan istikharoh. Bagaimana caranya agar pemindahan masjid itu tidak menimbulkan banyak korban. Peninggalan masjid tetap menempel seperti mustaka tetap berada di atas Saka Guru, tungku (ganjal) masjid di luar pengimaman, cagak mustaka dari kayu jati diletakan di dekat pengimaman. Serta geladak kayu dan dinding kayu disulap menjadi blandar untuk atap bangunan masjid yang     baru. Tanah bekas bangunan masjid sengaja dibiarkan kosong. Kendati kanan kirinya adalah pemakaman umum.

Dilokasi tersebut, mantan Presiden Pertama RI Soekarno pernah bersemedi. Untuk memindah mustaka masjid dilakukan sangat hati-hati. Karena mustaka berlapis sembilan berbentuk seperti akar bunga bisa menunjuk arah munculnya peristiwa besar semacam musibah atau bencana alam.


Sumber : Wawancara
Narasumber : Bp.Abdul Hamid
Alamat : Ds. Grogol RT 05/02 Karangtengah Demak















MASJID WALI GROGOL DEMAK
Bagi masyarakat Dukuh Klampismalang Desa Grogol Kecamatan Karangtengah Demak. Nama Kyai Joko Temon atau lebih dikenal Ki Sabdo Kencono cukup melegenda. Ulama yang mulai menyiarkan agama Islam pada masa Walisongo itu meninggalkan bukti sejarah berupa Masjid Jami’ Baitul Mukminin atau sering disebut masjid wali yang konon dapat membaca tanda-tanda alam. Masjid tersebut terletak di tepi Sungai Tuntang yang membentang di Desa Grogol. Dulu masjid wali ini terletak di tengah makam. Namun kemudian dipindah ke dekat perkampungan. Karena banyak warga yang tidak berani shalat di masjid itu lantaran lokasinya yang berada di tengah makam. Terutama, ketika warga ingin melaksanakan Shalat Subuh. Pemindahan masjid tidak dilakukan dengan memindah secara keseluruhan. Tetapi hanya memindah kubah dan kayu bangunan. Sementara tanah bekas masjid diberi pagar sebagai petilasan.
Ki Joko Temon termasuk penyebar Islam di tanah Jawa yang menggunakan pendekatan kesederhanaan hidup dalam mengajak umat lain agar memeluk Islam. Rumahnya hanya terbangun dari gedek bambu dan fondasi kayu jati .Tidak ada yang mengetahui asal usulnya termasuk siapa ayah dan ibunya. Namun dari cerita generasi ke generasi, dia adalah anak yang ditemukan oleh Ki Sabdo Paningal dan Nyai Mandras yang hanyut dan terbawa arus air sungai. Saat ditemukan Ki Joko Temon masih bayi dan ari-arinya masih menempel pada pusarnya. Oleh Ki Sabdo Paningal dan Nyai Mandras, bayi mungil itu kemudian diasuh hingga dewasa. Joko Temon dibekali ilmu-ilmu agama dan juga imu lain untuk bekalnya kelak. Kehidupan yang sederhana dan jujur membuat semua perkataannya dipercaya oleh masyarakat sekitar. Sepeninggal Ki Sabdo Paningal dan Nyai Mandras, Joko Temon hanyalah seorang petani dan diasuh oleh Yai Lenthis dn Nyai Kerti. Nyai Kerti adalah sosok wanita yang keras dan dia akan menjadi sangat kejam bila ada orang yang berlaku seenaknya sendiri dan tidak sopan.
Pada masa Walisongo menyiarkan Islam, rumah Joko Temon kedatangan tamu. Yakni Sunan Kalijaga, Sunan Ampel, Ki Ageng Suryapati Kusumo dan dua rekan lainnya. Mereka mengatakan bahwa mereka sedang mencari kayu jati berukuran besar yang akan dipakai untuk fondasi masjid Agung Demak. Oleh Joko Temon dikatakan bahwa di daerahnya tidak ada kayu jati berukuran besar. Menurutnya, pembangunan masjid tidak harus dengan kayu besar tetapi bisa dengan tanah liat.  Karena waktu sudah larut malam, kelima tamunya itu kemudian tidur di teras rumah Joko Temon. Namun betapa terkejutnya, ketika waktu subuh ternyata kelima tamunya itu sudah berada di dalam masjid.
Sunan Kalijaga pun bertanya kepada Ki Joko Temon apakah dia yang membangun masjid tersebut. Pertanyaan itu tidak langsung dijawabnya. Namun dikatakan jika ingin mencari kayu besar bukan di Grogol tetapi di tempat lain. Karena kejadian itu Sunan Kalijaga menyebut nama Joko Temon dengan Ki Sabdo Kencono yaitu apapun yang dikatakan Joko Temon akan terjadi. Konon masjid dengan kubah yang berbentuk panah dan terbuat dari tanah liat tersebut sering memberi gambaran tentang bencana alam. Misalnya, ketika akan ada bencana di Aceh, maka arah panah yang semula mengarah ke timur berubah ke barat. Demikian pula ketika ada bencana gempa bumi di DIY, panah mengarah ke daerah tersebut.Selain itu jika akan ada bencana besar, ujung kubah yang menyerupai besi bergerak meski tidak ada angin. Ujung kubah juga menunjuk ke arah di mana lokasi bencana berada.
Meski letaknya ada di dekat perkampungan, ada cerita-cerita unik yang masih menjadi perbincangan warga. Seperti terdapat ular besar yang jatuh dari atas dan tiba-tiba menghilang. Kejadian itu sempat membuat orang yang sedang shalat terkejut dan sempat membatalkan shalatnya.


Sumber : Wawancara
Narasumber : Bp. Taspani
Alamat ; Ds. Karangsari RT 04/02 Karangtengah Demak











MASJID WALI GROGOL DEMAK

            Dahulu kala di desa Klampismalang dan sekarang berubah nama menjadi desa Grogol, hiduplah sepasang suami istri yang bernama Yai Lenthis dan Nyai Kerti. Mereka menikah sudah cukup lama namun belum juga dikaruniai seorang anak. Bahkan konon katanya Nyai Kerti tidak akan memiliki anak. Yai Lenthis adalah seorang petani yang hanya menanam jagung dan ketela. Karena semakin hari hasil panen semakin meningkat maka dibuatkanlah sebuah lumbung yaitu Lumbung Silayur (Lumbung Loro Dinok). Lumbung ini sebagai tempat penyimpanan hasil panen. Lumbung tersebut dijaga oleh seekor kucing yang bernama kucing Condromowo, yaitu hewan peliharaan Yai Lenthis dan Nyai Kerti. Kucing Condromowo hanya mau diberi makan udang dan tidak mau memakan yang lain. Setiap pagi Yai Lentis pergi ke sebuah sungai (sendang) untuk mencari udang. Yai Lenthis akan menunggu berjam-jam agar mendapatkan udang untuk kucingnya, Condromowo.
            Suatu hari ketika Yai Lenthis melakukan aktivitas rutinnya, yaitu menunggu udang di sendang tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari arah timur dan ternyata terjadilah banjir bandang yang membawa batu-batuan, pasir, maerial-material, dll. Yai Lenthis sangat kebingungan kemudian naiklah Yai Lenthis ke sebuah gundukan tanah dan ia melihat pusaran air yang arusnya sangat deras. Di atas arus itu terdapat sebuah gethek (perahu kecil yang terbuat dari bambu) dan diatas gethek tersebut ada seorang bayi mungil yang menangis sangat kencang. Yai Lenthis sangat heran ketika melihat gethek itu tiba-tiba menepi tepat dihadapan Yai Lenthis.
            Setelah itu, Yai Lenthis membawa bayi mungil itu pulang ke gubugnya. Sesampainya dirumah Yai Lenthis menunjukkan bayi yang ditemukannya di tepi sendang kepada Nyai Kerti. Betapa terkejutnya Yai Lenthis karena bukannya senang tetapi Nyai Kerti malah marah kepada Yai Lenthis dan menuduh Yai Lenthis telah berselingkuh dengan wanita lain hingga menghamilinya dan menganggap anak yang dibawa Yai Lenthis adalah anak hasil perselingkuhannya dengan wanita lain. Karena kesalah pahaman itu terjadilah pertengkaran hebat antara Yai Lentis dan Nyai Kerti. Yai Lenthis berulang kali menjelaskan namun Nyai Kerti tetap tidaak mau mendengarkan penjelasan Yai Lenthis.
            Akhirnya untuk membuktikan bahwa Yai Lenthis tidak berselingkuh dan bayi yang dibawanya adalah bayi yang ditemukannya diatas gethek  ketika menunggu udang di sendang, Yai Lenthis mengajak Nyai Kerti menuju tempat dimana Yai Lenthis menemukan bayi tersebut. Sesampainya di sendang, Nyai Kerti memang melihat sebuah gethek dimana Yai Lenthis menemukan bayi diatas gethek tersebut. Akhirnya Nyai Kerti percaya bahwa memang benar bayi itu adalah bayi yang ditemukan Yai Lenthis diatas gethek. Karena ari-ari bayi tersebut masih menempel dipusarnya, akhirnya Yai Lenthis dan Nyai Kerti membawa bayi itu pulang. Kemudian Yai Lenthis memanggil seorang dukun bayi yang bernama Nyai Siti Musiati dan tinggal di desa Klampismalang.
            Sesampainya Nyai Siti Musiati di gubug Yai Lenthis dan Nyai Kerti, ia mengambil sebuah senjata tajam seerti pedang, gaman, dll untuk memotong ari-ari bayi tadi. Anehnya, ari-ari tersebut tidak dapat dipotong menggunakan senjata apapun. Segala cara telah ditempuh oleh Nyai Siti Musiati tetapi tidak mendapatkan hasil. Akhirnya ari-ari itu hanya dapat dipotong menggunakan sebuah Pring Apus (Bambu Kuning) yang telah disisik atau dibersihkan dan dibentuk semacam silet. Setelah ari-ari terpotong, Yai Lenthis dan Nyai Kerti memberinya nama Joko Temon. Ketika Joko Temon beranjak dewasa, ilmunya semakin hari semakin bertambah sakti. Sehari-hari pekerjaan Joko Temon menjadi petani seperti ayah dan ibunya. Lama di dunia pertania, akhirnya Yai Lenthis memerintahkan kepada Joko Temon supaya bekerja dirumah saja membuat Theple (menganyam blarak atau daun kelapa).
            Suatu hari ada seorang lelaki yang berjalan dari arah selatan kemudian berhenti dan menghampiri Joko Temon. Lelaki itu bertanya kepada Joko Temon : “ Hai anak muda, siapa namamu?” Joko Temon menjawab “ Namaku Joko Temon Mbah” Lelaki itu bertanya lagi “ Dimana Ayahmu?” Joko Temonpun menjawab “ Aku tidak memiliki Ayah Mbah. Tetapi aku memiliki seorang ayah angkat. Pekerjaannya sebagai petani dan ia sekarang berada di kebun menanam jagung.” Lelaki tadi bernama Sunan Kalijaga. Mulanya Beliau berjalan-jalan sambil mencari kayu glagah jati untuk membangun masjid Demak. Kemudian Joko Temon berkata kepada Sunan Kalijaga “ Di desa ini tidak ada kayu glagah jati Mbah, cobalah mencari di Telaga Glagah Wangi yang tempatnya terletak di desa Lempuyang.
 Sunan Kalijaga merasa lelah karena sudah berjalan seharian. Akhirnya beliau berkataa kepada Joko Temon “ Joko Temon, aku sangat lelah. Bolehkah aku ikut beristirahat di rumahmu?” karena rumah Joko Temon hanya sebuah gubug kecil dan tidak mungkin cukup ditempati untuk banyak orang sehingga Joko Temonpun menolak permintaan Sunan Kalijaga secara halus “ Maaf Kanjeng Sunan, bukannya aku menolak permintaanmu. Tetapi  ini hanyalah sebuah gubug kecil, apakah gubug ini cukup untuk aku, ayah, ibu, dan anda?” Sunan Kalijaga tersenyum sambil berkata “ Ya sudah, aku tidur di luar juga tidak apa-apa.yang terpenting tempatnya suci dan bersih.” Tidak lama kemudian Sunan Kalijaga tertidur. Ketika beliau terbangun, beliau melihat sebuah gudang di dekat gubug Joko Temon. Beliau berencana membangun tempat ibadah di situ. Sunan Kalijaga bingung, jika membuat mushola bangunannya harus tinggi. Sedangkan jika ingin membangun masjid harus ada mustakanya.
Akhirnya Sunan Kalijaga memutuskan untuk membuat masjid. Joko Temonpun bertanya kepada Sunan Kalijaga “ Kanjeng Sunan, bukankah tadi engkau berkata bahwa masjid itu harus memiliki mustaka? Lalu siapa yang akan membuat mustaka itu?” karena Sunan Kalijaga tidak mau membuat mustaka akhirnya Joko Temon memutuskan untuk membuat mustaka tersebut. Joko Temon mencari tanah liat kemudian mengempleng-empeng (mencetak) tanah tersebut dan setelah jadi cetakan tanah itu dibakar dan jadilah sebuah mustaka. Kemudian Joko Temon pulan ke gubugnya untuk meminjam selendang ibunya yang akan digunakan untuk mengangkat mustaka tersebut. Joko Temon mengangkat mustaka itu sendirian dengan cara mengikat mustaka itu dipunggungnya menggunakan selendang milik ibunya.
Suatu hari Sunan Kalijaga ingin melaksanakan sholat. Kemudian beliau bertanya kepada Joko Temon “ Joko Temon, apakah disini ada air karena aku ingin berwudhu lalu sholat” Joko Temon menjawab “ Disini tidak ada air Kanjeng Sunan, sekarang aku ingin meminta kemurahan dari Allah” setelah itu Joko Temon meminjam Lading ( bambu apus yang telah dibersihkan) milik ibunya. Kemudian Joko Temon menancapkan lading tersebut dan keluarlah aliran air. Kemudian Sunan Kalijaga wudhu ditempat itu dan setelah selesai berwudhu lading itu ditutup kembali. Setelah itu Sunan Kalijaga Melaksanakan sholat. Joko Temon merasa bingung dengan apa yang dilakukan oeh Sunan Kalijaga karena Joko Temon belum melihat gerakan itu sebelumnya. Joko Temon terus memandangi Sunan Kalijaga dari belakang dan setelah Sunan Kalijaga selesai melaksanakan sholat, Joko Temon menghampirinya dan bertanya “ Kanjeng Sunan, kenapa engkau jungklat-jungklit seperti itu, apa yang sebenarnya engkau kerjakan?” Sunan Kalijaga menjawab “ Itulah yang dinamakan sholat Joko Temon dan sebagai orang islam wajib menjalankan sholat lima waktu.” Joko Temon bertanya lagi “ Tapi aku belum pernah melakukan sholat Kanjeng Sunan. Apakah itu ada doanya dan bagaimanakah doa itu?” kemudian Sunan Kalijaga berkata kepada Joko Temon bahwa beliau akan mengajarkan tatacara sholat sedikit demi sedikit kepada Joko Temon.
Merasa sangat lelah, akhirnya Sunan Kalijaga tidur. Tidak lama kemudian Joko Temon membangunkannya karena Joko Temon telah menyiapkan makanan. kemudian mereka makan bersama dan setelah selesai Joko Temon membereskan semua tempat makan yang tadi digunakan untuk makan. Alangkah terkejutnya Sunan Kalijaga melihat semua tempat makan itu berwarna kuning dan berubah menjadi emas. Semua itu terjadi dengan sendirinya atas perkataan Joko Temon dan semua perkataan Joko Temon akan menjadi kenyataan. Kemudian Sunan Kalijaga menamakan Joko Temon dengan nama Ki Sabdo Kencana. Konon masjid yang dibuat oleh Ki Sabdo Kencana ini ustaka atau kubahnya akan bergerak menuju tempat terjadinya suatu peristiwa besar.


Sumber : Wawancara
Narasumber : Bp. Rukhani
Alamat : Ds. Grogol RT 02/02 Karangtengah Demak








Tidak ada komentar:

Posting Komentar