MASJID WALI GROGOL DEMAK
|
|
MASJID WALI
GROGOL DEMAK
Desa Grogol merupakan salah satu desa yang terletak di
Kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak dan berbatasan dengan desa Donorejo dan
desa Ploso. Menurut sejarahnya, desa Grogol berdiri pada tahun 1400 M. Dahulu
kala didesa ini (Grogol) terdapat sepasang suami istri yang bernama Mbah Sabdo
Paningal dan Mbah Nyai Mandras. Mereka berdua memiliki teman atau punakawan
bernama Yai Lenthis dan Nyai Kerti. Dua sahabat ini sama-sama sudah menikah
cukup lama, tetapi mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Konon katanya
mereka tidak akan pernah memiliki anak.
Mbah
Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras tinggal di sebuah gubug kecil bersama
seekor kucing kesayangan mereka yang bernama kucing Condromowo. Kucing
Condromowo merupakan kucing yang selama ini menemani Mbah Sabdo Paningal dan
Mbah Nyai Mandras. Kucing Condromowo hanya mau diberi makan udang dan tidak mau
diberikan makanan yang lain. Mau tidak mau Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai
Mandras harus berusaha untuk selalu memberikan makanan kepada kucing Condromowo
berupa udang.
Suatu hari Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras
berjalan – jalan mencarikan udang untuk kucing Condromowo. Setelah sekian lama
mencari dan belum juga menemukan satupun udang, akhirnya Mbah Sabdo Paningal
dan Mbah Nyai Mandras mencari ke arah utara dan ditemukanlah sebuah grojogan.
Merekapun menyusuri grojogan tersebut.Tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang
sangat dahsyat yang berasal dari arah utara. Kemudian Mbah Sabdo Paningal dan
Mbah Nyai Mandras menuju ke utara untuk melihat apa yang terjadi. Karena bingung melihat arus air
yang semakin deras dan tinggi, akhirnya Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai
Mandras naik disebuah punuk atau gundukan tanah yang tinggi dan terjadilah
banjir bandang.
Banjir
bandang tersebut membawa beberapa material, kotoran, dan juga dua gedebog
pisang. Gedebog pisang itu hanyut diantara arus air yang deras. Betapa
terkejutnya Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras ketika melihat dua gedebog
pisang tersebut berputar-putar dan tampak seperti sebuah pusaran air yang tepat
berputar dihadapan Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras. Tiba-tiba dua
gedebog pisang itu semakin menepi menghampiri Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai
Mandras. Mereka tertegun ketika melihat ada seorang bayi laki-laki mungil
diatas dua gedebog pisang tersebut. Akhirnya diambillah bayi mungil itu dan
setelah diambil, arus air semakin kecil dan airnyapun surut.
Mbah
Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras sangat senang menemukan seorang bayi dan
karena sudah lama mereka menantikan kehadiran seorang anak. Akhirnya, Mbah
Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras membawa pulang bayi tersebut. Saat
ditemukan oleh Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras ari-ari bayi itu masih
menempel pada pusarnya sehingga Mbah Sabdo Paningal dan Mbah Nyai Mandras
memotongnya menggunakan beberapa benda-benda tajam seperti gaman, pisau,
gunting. Namun anehnya, semua alat-alat itu tidak bisa memotong ari-ari bayi
tersebut dan ari-ari itu hanya bisa dipotong menggunakan lading (
bambu kuning atau apus yang telah disisik ). Pada lading itu terdapat lafadz
yang siapapun orang tidak dapat menandingi kekuatan lafadz tersebut. Bayi
laki-laki itu diberikan dan diasuh oleh Yi Lenthis dan Nyai kerti. Setelah
ari-arinya dipotong, bayi itu diberi nama Temon. Dan setelah beranjak dewasa
namanya menjadi Joko Temon.
Joko
Temon diasuh dengan baik oleh Yi Lenthis dan Nyai Kerti. Semakin hari ilmunya
semakin meningkat. Ia tumbuh menjadi anak yang berbakti dan suka membantu orang
lain. Setiap hari Joko Temon membantu kedua orang tuanya menanam jagung di
sawah. Joko Temon
dilarang berbuat kasar, memukuli orang lain, dan ia juga tidak boleh berbohong.
Setiap
tugas yang diperintahkan oleh Nyai kerti pasti dilaksanakan oleh Joko Temon.
Suatu hari Joko Temon bermain bersama teman-temanya. Salah satu sahabat Joko
Temon tertawa terbahak-bahak. Karena Nyai Kerti sangat tidak suka dengan orang
yang berlaku tidak sopan dan seenaknya sendiri, akhirnya Nyai Kerti menampar
orang tersebut dan terkena mulutnya. Seketika mulut teman Joko Temon Robek dan
tidak bisa diobati. Nyai Kerti juga sering mengajarkan kepada Joko Temon
amal-amal kebaikan agar kelak dirinya menjadi pemuda yang berguna untuk orang
lain. Dan terbukti setelah dewasa Joko Temon menjadi pemuda yang tangguh.
Suatu
hari ada seorang laki-laki gagah sedang berjalan-jalan dan laki-laki itu ialah Sunan
Kalijaga yang sedang mencari kayu jati besar untuk Saka Guru dalam rencana pembangunan Masjid Agung Demak.
Karena lelah dan sudah hampir tengah malam, akhirnya Sunan Kalijaga memutuskan
untuk bermalam di desa Grogol tepatnya di dekat gubug milik Joko Temon. Disitu
Sunan Kalijaga melaksanakan sholat (sembahyang) dan Joko Temon sangat
kebingungan memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Karena
Joko Temon masih kejawen dan belum pernah melakukan gerakan-gerakan sholat
(sembahyang) seperti yang telah dilakukan Sunan Kalijaga.
Setelah Sunan Kalijaga selesai melaksanakan
sholat, Joko Temon bertanya kepada Sunan Kalijaga, “ Mbah Sunan Kalijaga,
gerakan apa yang tadi anda kerjakan? Sebelumya aku tidak pernah melihat gerakan
semacam itu”. Sunan Kalijaga menjawab “ inilah yang dinamakan sholat
(sembahyang) yaitu Nyembah Marang Hyang Swiji, Swiji yaitu menswijikan atau
menyatukan sifat atau dzat”. Joko Temon bertanya lagi “ apakah ada tempat untuk
melakukan sholat itu Sunan Kalijaga dan seperti apa bentuk tempat itu?”.
Kemudian
Sunan Kalijaga mengambil sebuah kayu untuk menggambar sebuah Petha
(masjid) diatas tanah. Setelah menunjukkan gambar tersebut kepada Joko Temon,
Sunan Kalijaga melanjutkan sholatnya lalu tertidur. Joko Temon memperhatikan
gambar tadi kemudian ia membangun sebuah masjid seperti yang telah digambarkan
oleh Sunan Kalijaga dan dalam jangka waktu satu malam masjid itupun jadi.
Paginya setelah bangun, Sunan Kalijaga bingung dan kaget karena beliau melihat sebuah masjid telah
berdiri seperti yang telah digambar diatas tanah namun masjid itu tidak
memiliki mustaka. Akhirnya mustaka masjid dibuat dari tanah lempung
(senthuk yuyu) yang dibuat langsung oleh tangan Sunan Kalijaga. Mustaka itu
terdiri dari sembilan shaf (tingkat). Kemudian Sunan Kalijaga menaikkan mustaka
itu dan dipasang diatas masjid. Setelah selesai Sunan Kalijaga bertanya kepada
Joko Temon “ Joko Temon, siapa yang telah membangun Petha (masjid) ini?” Joko
Temon diam dan tidak mau menjawab. Akhirnya Joko Temonpun mau menjawab “ Saya
yang membangun masjid ini Sunan Kalijaga.” Karena Joko Temon membangun masjid
dalam jangka waktu satu malam tanpa bantuan siapapun, akhirnya Sunan Kalijaga
memberinya nama Sabdo Kencana yang berarti atas kehendak Yang
Maha Kuasa semua sabda (perkataan) Joko Temon atau Sabdo Kencana pasti terjadi
dan tidak ada yang dapat mengelaknya.
Suatu
hari potongan ari-ari Mbah Sabdo Kencana di sabda oleh Allah kemudian menjelma
menjadi seorang wanita cantik yang berusaha menggoda Mbah Sabdo Kencana.
Setelah mendengar godaan wanita cantik itu kemudian Mbah Sabdo Kencana berkata
“ lah kamu itu manusia atau Burung Tengkek Udang?” dan seketika wanita itu
menjelma menjadi Burung Tengkek Udang. Dan semua yang dikatakan Mbah Sabdo
Kencana pasti terjadi. Mustaka dari masjid yang dibangun oleh Mbah Sabdo
Kencana kabarnya akan berputar-putar dan
akan berhenti menunjuk arah dimana akan terjadi atau datang suatu musibah atau
bencana.
Sumber
: Wawancara
Narasumber
: Bp. Kyai Makhrus (Imam Masjid Grogol)
Alamat : Ds. Grogol RT 05/02 Karangtengah
Demak
MASJID
WALI GROGOL DEMAK
Sebuah
masjid di Desa Grogol Karangtengah Demak, Masjid Wali Grogol atau Masjid
“Thukul” menurut cerita dibangun oleh seseorang wali hanya dalam waktu semalam.tidak
bisa disebutkan siapa saja wali-wali yang telah membangun masjid tersebut.
Konon masjid wali dibangun dalam waktu semalam. Tetapi hanya diketahui bahwa
mustaka dari masjid itu sendiri dibuat dan dibentuk langsung dengan kedua
tangan Sunan Kalijaga menggunakan tanah liat yang telah dibakar. Muasal masjid
adalah ketika Walisongo berhajad mencari kayu jati besar untuk Saka Guru
dalam rencana pembangunan Masjid Agung Demak. Setelah berputar-putar dan
berjalan-jalan mencari kayu tersebut, ketika tiba di Desa Grogol para wali akan
melaksanakan sholat. Namun melihat keasrian wilayah tersebut, maka terdoronglah
mereka untuk membuat masjid. Dalam jangka waktu semalam masjid itupun jadi.
Karena mustaka masjid dianggap keramat,
masyarakat menjulukinya Masjid Wali dengan mustaka yang bisa berputar sendiri
menunjuk arah munculnya peristiwa besar yang akan terjadi. Mustaka akan
berputar-putar kemudian berhenti menunjuk arah
dimana akan terjadi peristiwa besar. Sekilas masjid ini tampak biasa. Namun bila
melihat ke mustaka masjid, akan muncul pertanyaan. Bangunan masjid terlihat
baru kenapa mustakanya tak sekalian diganti baru. Tapi bila tahu usia mustaka
tersebut akan kembali keheranan. Mustaka yang terbuat dari tanah liat tersebut
telah berusia 611 tahun. Masjid yang semula berukuran 7 meter persegi ini
berdiri sejak tahun 1.400 Masehi selisih setahun lebih tua dengan berdirinya
Masjid Agung Demak (1.401 M).
Pada tahun 1899 Masjid Wali
pernah akan dibedol, digeser ke arah timur. Namun saat dilakukan upaya
pemindahan, terjadi banya keanehan. Upaya pemindahan tersebut menghabiskan
kurang lebih seribu kambing dan dua ribu ayam. Suatu hari ketika mutaka ingin
diangkat dan dipindahkan, ada seorang pemuda menghina dan menendang mustaka
tersebut dan akhirnya dia meninggal seketika. Para sesepuh kemudian melakukan
istikharoh. Bagaimana caranya agar pemindahan masjid itu tidak menimbulkan
banyak korban. Peninggalan masjid tetap menempel seperti mustaka tetap berada
di atas Saka Guru, tungku (ganjal) masjid di luar pengimaman, cagak mustaka dari
kayu jati diletakan di dekat pengimaman. Serta geladak kayu dan dinding kayu
disulap menjadi blandar untuk atap bangunan masjid yang baru. Tanah bekas bangunan masjid sengaja dibiarkan kosong.
Kendati kanan kirinya adalah pemakaman umum.
Dilokasi tersebut, mantan
Presiden Pertama RI Soekarno pernah bersemedi. Untuk memindah mustaka masjid
dilakukan sangat hati-hati. Karena mustaka berlapis sembilan berbentuk seperti
akar bunga bisa menunjuk arah munculnya peristiwa besar semacam musibah atau
bencana alam.
Sumber : Wawancara
Narasumber : Bp.Abdul Hamid
Alamat : Ds. Grogol RT 05/02
Karangtengah Demak
MASJID WALI GROGOL DEMAK
Bagi
masyarakat Dukuh Klampismalang Desa Grogol Kecamatan Karangtengah Demak. Nama
Kyai Joko Temon atau lebih dikenal Ki Sabdo Kencono cukup melegenda. Ulama yang
mulai menyiarkan agama Islam pada masa Walisongo itu meninggalkan bukti sejarah
berupa Masjid Jami’ Baitul Mukminin atau sering disebut masjid wali yang konon
dapat membaca tanda-tanda alam. Masjid tersebut terletak di tepi Sungai Tuntang
yang membentang di Desa Grogol. Dulu masjid wali ini terletak di tengah makam.
Namun kemudian dipindah ke dekat perkampungan. Karena banyak warga yang tidak
berani shalat di masjid itu lantaran lokasinya yang berada di tengah makam. Terutama,
ketika warga ingin melaksanakan Shalat Subuh. Pemindahan masjid tidak dilakukan
dengan memindah secara keseluruhan. Tetapi hanya memindah kubah dan kayu
bangunan. Sementara tanah bekas masjid diberi pagar sebagai petilasan.
Ki Joko
Temon termasuk penyebar Islam di tanah Jawa yang menggunakan pendekatan
kesederhanaan hidup dalam mengajak umat lain agar memeluk Islam. Rumahnya hanya
terbangun dari gedek bambu dan fondasi kayu jati .Tidak ada yang mengetahui
asal usulnya termasuk siapa ayah dan ibunya. Namun dari cerita generasi ke
generasi, dia adalah anak yang ditemukan oleh Ki Sabdo Paningal dan Nyai
Mandras yang hanyut dan terbawa arus air sungai. Saat ditemukan Ki Joko Temon
masih bayi dan ari-arinya masih menempel pada pusarnya. Oleh Ki Sabdo Paningal
dan Nyai Mandras, bayi mungil itu kemudian diasuh hingga dewasa. Joko Temon
dibekali ilmu-ilmu agama dan juga imu lain untuk bekalnya kelak. Kehidupan yang
sederhana dan jujur membuat semua perkataannya dipercaya oleh masyarakat
sekitar. Sepeninggal Ki Sabdo Paningal dan Nyai Mandras, Joko Temon hanyalah seorang
petani dan diasuh oleh Yai Lenthis dn Nyai Kerti. Nyai Kerti adalah sosok
wanita yang keras dan dia akan menjadi sangat kejam bila ada orang yang berlaku
seenaknya sendiri dan tidak sopan.
Pada masa
Walisongo menyiarkan Islam, rumah Joko Temon kedatangan tamu. Yakni Sunan
Kalijaga, Sunan Ampel, Ki Ageng Suryapati Kusumo dan dua rekan lainnya. Mereka
mengatakan bahwa mereka sedang mencari kayu jati berukuran besar yang akan
dipakai untuk fondasi masjid Agung Demak. Oleh Joko Temon dikatakan bahwa di
daerahnya tidak ada kayu jati berukuran besar. Menurutnya, pembangunan masjid
tidak harus dengan kayu besar tetapi bisa dengan tanah liat. Karena waktu sudah larut malam, kelima
tamunya itu kemudian tidur di teras rumah Joko Temon. Namun betapa terkejutnya,
ketika waktu subuh ternyata kelima tamunya itu sudah berada di dalam masjid.
Sunan
Kalijaga pun bertanya kepada Ki Joko Temon apakah dia yang membangun masjid
tersebut. Pertanyaan itu tidak langsung dijawabnya. Namun dikatakan jika ingin
mencari kayu besar bukan di Grogol tetapi di tempat lain. Karena kejadian itu
Sunan Kalijaga menyebut nama Joko Temon dengan Ki Sabdo Kencono yaitu apapun
yang dikatakan Joko Temon akan terjadi. Konon masjid dengan kubah yang
berbentuk panah dan terbuat dari tanah liat tersebut sering memberi gambaran
tentang bencana alam. Misalnya, ketika akan ada bencana di Aceh, maka arah
panah yang semula mengarah ke timur berubah ke barat. Demikian pula ketika ada
bencana gempa bumi di DIY, panah mengarah ke daerah tersebut.Selain itu jika
akan ada bencana besar, ujung kubah yang menyerupai besi bergerak meski tidak
ada angin. Ujung kubah juga menunjuk ke arah di mana lokasi bencana berada.
Meski letaknya ada di dekat perkampungan, ada
cerita-cerita unik yang masih menjadi perbincangan warga. Seperti terdapat ular
besar yang jatuh dari atas dan tiba-tiba menghilang. Kejadian itu sempat
membuat orang yang sedang shalat terkejut dan sempat membatalkan shalatnya.
Sumber : Wawancara
Narasumber : Bp. Taspani
Alamat ; Ds. Karangsari RT 04/02
Karangtengah Demak
MASJID WALI
GROGOL DEMAK
Dahulu kala di desa Klampismalang
dan sekarang berubah nama menjadi desa Grogol, hiduplah sepasang suami istri
yang bernama Yai Lenthis dan Nyai Kerti. Mereka menikah sudah cukup lama namun
belum juga dikaruniai seorang anak. Bahkan konon katanya Nyai Kerti tidak akan
memiliki anak. Yai Lenthis adalah seorang petani yang hanya menanam jagung dan
ketela. Karena semakin hari hasil panen semakin meningkat maka dibuatkanlah
sebuah lumbung yaitu Lumbung Silayur (Lumbung Loro
Dinok). Lumbung ini sebagai tempat penyimpanan hasil panen. Lumbung tersebut
dijaga oleh seekor kucing yang bernama kucing Condromowo, yaitu hewan
peliharaan Yai Lenthis dan Nyai Kerti. Kucing Condromowo hanya mau diberi makan
udang dan tidak mau memakan yang lain. Setiap pagi Yai Lentis pergi ke sebuah
sungai (sendang) untuk mencari udang. Yai Lenthis akan menunggu berjam-jam agar
mendapatkan udang untuk kucingnya, Condromowo.
Suatu hari ketika Yai Lenthis
melakukan aktivitas rutinnya, yaitu menunggu udang di sendang tiba-tiba
terdengar suara gemuruh dari arah timur dan ternyata terjadilah banjir bandang
yang membawa batu-batuan, pasir, maerial-material, dll. Yai Lenthis sangat
kebingungan kemudian naiklah Yai Lenthis ke sebuah gundukan tanah dan ia
melihat pusaran air yang arusnya sangat deras. Di atas arus itu terdapat sebuah
gethek (perahu kecil yang terbuat dari bambu) dan diatas gethek
tersebut ada seorang bayi mungil yang menangis sangat kencang. Yai Lenthis
sangat heran ketika melihat gethek itu tiba-tiba menepi tepat dihadapan Yai
Lenthis.
Setelah itu, Yai Lenthis membawa
bayi mungil itu pulang ke gubugnya. Sesampainya dirumah Yai Lenthis menunjukkan
bayi yang ditemukannya di tepi sendang kepada Nyai Kerti. Betapa terkejutnya
Yai Lenthis karena bukannya senang tetapi Nyai Kerti malah marah kepada Yai
Lenthis dan menuduh Yai Lenthis telah berselingkuh dengan wanita lain hingga
menghamilinya dan menganggap anak yang dibawa Yai Lenthis adalah anak hasil
perselingkuhannya dengan wanita lain. Karena kesalah pahaman itu terjadilah
pertengkaran hebat antara Yai Lentis dan Nyai Kerti. Yai Lenthis berulang kali
menjelaskan namun Nyai Kerti tetap tidaak mau mendengarkan penjelasan Yai
Lenthis.
Akhirnya untuk membuktikan bahwa Yai
Lenthis tidak berselingkuh dan bayi yang dibawanya adalah bayi yang
ditemukannya diatas gethek ketika
menunggu udang di sendang, Yai Lenthis mengajak Nyai Kerti menuju tempat dimana
Yai Lenthis menemukan bayi tersebut. Sesampainya di sendang, Nyai Kerti memang
melihat sebuah gethek dimana Yai Lenthis menemukan bayi diatas gethek tersebut.
Akhirnya Nyai Kerti percaya bahwa memang benar bayi itu adalah bayi yang
ditemukan Yai Lenthis diatas gethek. Karena ari-ari bayi tersebut masih
menempel dipusarnya, akhirnya Yai Lenthis dan Nyai Kerti membawa bayi itu
pulang. Kemudian Yai Lenthis memanggil seorang dukun bayi yang bernama Nyai
Siti Musiati dan tinggal di desa Klampismalang.
Sesampainya Nyai Siti Musiati di
gubug Yai Lenthis dan Nyai Kerti, ia mengambil sebuah senjata tajam seerti
pedang, gaman, dll untuk memotong ari-ari bayi tadi. Anehnya, ari-ari tersebut
tidak dapat dipotong menggunakan senjata apapun. Segala cara telah ditempuh
oleh Nyai Siti Musiati tetapi tidak mendapatkan hasil. Akhirnya ari-ari itu
hanya dapat dipotong menggunakan sebuah Pring Apus (Bambu Kuning)
yang telah disisik atau dibersihkan dan dibentuk semacam silet. Setelah ari-ari
terpotong, Yai Lenthis dan Nyai Kerti memberinya nama Joko Temon. Ketika Joko
Temon beranjak dewasa, ilmunya semakin hari semakin bertambah sakti.
Sehari-hari pekerjaan Joko Temon menjadi petani seperti ayah dan ibunya. Lama
di dunia pertania, akhirnya Yai Lenthis memerintahkan kepada Joko Temon supaya
bekerja dirumah saja membuat Theple (menganyam blarak atau daun
kelapa).
Suatu hari ada seorang lelaki yang
berjalan dari arah selatan kemudian berhenti dan menghampiri Joko Temon. Lelaki
itu bertanya kepada Joko Temon : “ Hai anak muda, siapa namamu?” Joko Temon
menjawab “ Namaku Joko Temon Mbah” Lelaki itu bertanya lagi “ Dimana Ayahmu?”
Joko Temonpun menjawab “ Aku tidak memiliki Ayah Mbah. Tetapi aku memiliki
seorang ayah angkat. Pekerjaannya sebagai petani dan ia sekarang berada di
kebun menanam jagung.” Lelaki tadi bernama Sunan Kalijaga. Mulanya Beliau
berjalan-jalan sambil mencari kayu glagah jati untuk membangun masjid Demak.
Kemudian Joko Temon berkata kepada Sunan Kalijaga “ Di desa ini tidak ada kayu
glagah jati Mbah, cobalah mencari di Telaga Glagah Wangi yang tempatnya
terletak di desa Lempuyang.
Sunan
Kalijaga merasa lelah karena sudah berjalan seharian. Akhirnya beliau berkataa
kepada Joko Temon “ Joko Temon, aku sangat lelah. Bolehkah aku ikut
beristirahat di rumahmu?” karena rumah Joko Temon hanya sebuah gubug kecil dan
tidak mungkin cukup ditempati untuk banyak orang sehingga Joko Temonpun menolak
permintaan Sunan Kalijaga secara halus “ Maaf Kanjeng Sunan, bukannya aku
menolak permintaanmu. Tetapi ini
hanyalah sebuah gubug kecil, apakah gubug ini cukup untuk aku, ayah, ibu, dan
anda?” Sunan Kalijaga tersenyum sambil berkata “ Ya sudah, aku tidur di luar
juga tidak apa-apa.yang terpenting tempatnya suci dan bersih.” Tidak lama
kemudian Sunan Kalijaga tertidur. Ketika beliau terbangun, beliau melihat
sebuah gudang di dekat gubug Joko Temon. Beliau berencana membangun tempat
ibadah di situ. Sunan Kalijaga bingung, jika membuat mushola bangunannya harus
tinggi. Sedangkan jika ingin membangun masjid harus ada mustakanya.
Akhirnya Sunan Kalijaga memutuskan untuk membuat
masjid. Joko Temonpun bertanya kepada Sunan Kalijaga “ Kanjeng Sunan, bukankah
tadi engkau berkata bahwa masjid itu harus memiliki mustaka? Lalu siapa yang
akan membuat mustaka itu?” karena Sunan Kalijaga tidak mau membuat mustaka
akhirnya Joko Temon memutuskan untuk membuat mustaka tersebut. Joko Temon mencari
tanah liat kemudian mengempleng-empeng (mencetak) tanah tersebut dan setelah
jadi cetakan tanah itu dibakar dan jadilah sebuah mustaka. Kemudian Joko Temon
pulan ke gubugnya untuk meminjam selendang ibunya yang akan digunakan untuk
mengangkat mustaka tersebut. Joko Temon mengangkat mustaka itu sendirian dengan
cara mengikat mustaka itu dipunggungnya menggunakan selendang milik ibunya.
Suatu hari Sunan Kalijaga ingin melaksanakan
sholat. Kemudian beliau bertanya kepada Joko Temon “ Joko Temon, apakah disini
ada air karena aku ingin berwudhu lalu sholat” Joko Temon menjawab “ Disini
tidak ada air Kanjeng Sunan, sekarang aku ingin meminta kemurahan dari Allah”
setelah itu Joko Temon meminjam Lading ( bambu apus yang telah
dibersihkan) milik ibunya. Kemudian Joko Temon menancapkan lading tersebut dan
keluarlah aliran air. Kemudian Sunan Kalijaga wudhu ditempat itu dan setelah
selesai berwudhu lading itu ditutup kembali. Setelah itu Sunan Kalijaga
Melaksanakan sholat. Joko Temon merasa bingung dengan apa yang dilakukan oeh
Sunan Kalijaga karena Joko Temon belum melihat gerakan itu sebelumnya. Joko
Temon terus memandangi Sunan Kalijaga dari belakang dan setelah Sunan Kalijaga
selesai melaksanakan sholat, Joko Temon menghampirinya dan bertanya “ Kanjeng
Sunan, kenapa engkau jungklat-jungklit seperti itu, apa yang sebenarnya engkau
kerjakan?” Sunan Kalijaga menjawab “ Itulah yang dinamakan sholat Joko Temon
dan sebagai orang islam wajib menjalankan sholat lima waktu.” Joko Temon
bertanya lagi “ Tapi aku belum pernah melakukan sholat Kanjeng Sunan. Apakah
itu ada doanya dan bagaimanakah doa itu?” kemudian Sunan Kalijaga berkata
kepada Joko Temon bahwa beliau akan mengajarkan tatacara sholat sedikit demi
sedikit kepada Joko Temon.
Merasa sangat lelah, akhirnya Sunan Kalijaga tidur.
Tidak lama kemudian Joko Temon membangunkannya karena Joko Temon telah
menyiapkan makanan. kemudian mereka makan bersama dan setelah selesai Joko
Temon membereskan semua tempat makan yang tadi digunakan untuk makan. Alangkah
terkejutnya Sunan Kalijaga melihat semua tempat makan itu berwarna kuning dan
berubah menjadi emas. Semua itu terjadi dengan sendirinya atas perkataan Joko
Temon dan semua perkataan Joko Temon akan menjadi kenyataan. Kemudian Sunan
Kalijaga menamakan Joko Temon dengan nama Ki Sabdo Kencana. Konon masjid yang
dibuat oleh Ki Sabdo Kencana ini ustaka atau kubahnya akan bergerak menuju
tempat terjadinya suatu peristiwa besar.
Sumber : Wawancara
Narasumber : Bp. Rukhani
Alamat : Ds. Grogol RT 02/02
Karangtengah Demak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar